Seumur hidup, Nathaly tidak menyangka bahwa ia harus
dikirim ke Negara ini untuk menjalankan training konyol yang dibuat dan
diperintah oleh Papanya.
Di dalam kepalanya sekali pun Nathaly tidak pernah
membayangkan. Sekarang, mau membantah pun ia tidak akan bisa.
Kedua kakinya telah berpijak pada tempat yang berbeda. Seingatnya,
dua hari yang lalu ia masih berdiri di tepian sungai Mahakam. Menanti senja
yang bergulir pelan. Merasakan hawa sejuk sore hari.
Tetapi
yang didapatinya sekarang adalah pohon-pohon yang mulai meranggaskan daunnya.
Merontokkan dan membuat para dedaunan itu bergulir turun. Terbang entah kemana
karena disapu angin.
Nathaly
mendengus. Pasrah. Tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa mengerjakan apa yang
sudah diamanatkan kepadanya.
Ia
melangkah pelan. Menyelipkan tubuhnya di antara para turis yang memenuhi Unter
der Linden di sore hari.
Dan
semenjak kedatangannya kemarin. Nathaly tidak pernah tahu bagaimana caranya
bernafas dengan benar. Selalu ada yang menyumbat saluran pernapasannya dan
membuatnya sesak. Mulutnya sudah gatal ingin menumpahkan semua omelan yang
meloncat-loncat indah di kepalanya.
Tapi apa daya, supir yang menjemputnya di bandara hanya
mengatakan bahwa ia harus mengantarkan Nathaly ke flat di tengah kota Berlin.
Memastikan bahwa gadis berambut sebahu itu selamat sampai tujuan.
Nathaly bersumpah. Bila semua ini telah berakhir, maka ia
akan mengikat kakaknya dan membuangnya jauh-jauh. Kalau perlu, manusia
menyebalkan satu itu akan ia lempar ke lubang hitam. Agar hilang tanpa sisa
sedikit pun.
Karena yang menyebabkan sekarang ia berada di Negara ini
adalah akibat ulah kakaknya. Manusia itu mengusulkan dan meracuni papanya agar
mengirimnya kesini. Dimana dulu tembok Berlin berada.
Sejujurnya Nathaly menyukai tempat yang ia lewati ini.
Sebuah jalan yang penuh akan sejarah. Membentang di jantung Berlin di bagian
yang paling bersejarah. Jalan raya bergengsi yang di tepiannya dijajari oleh
pohon-pohon linden. Dan di musim gugur seperti saat ini, daun-daun linden
berguguran. Memenuhi sebagian tempat dimana akar dari pohon itu berpijak.
Nathaly menggerakkan kakinya ke salah satu tempat duduk
di sekitar pohon linden yang masih sedikit rimbun. Ia menghempaskan tubuhnya.
Menaruh tas berwarna coklat yang dibawanya sejak tadi ke atas meja. Ia
merapatkan mantelnya saat angin sore berhembus kencang. Memang disaat musim
gugur seperti, angin yang berhembus di sore hari terasa lebih dingin.
Tidak seperti sore hari disaat musim semi menjalankan
tugasnya.
Obsidiannya bersinar. Bola mata berwarna hitam laksana
malam itu beredar. Mengamati tempat dimana sekarang ia berada.
Di kanan dan kirinya penuh akan manusia. Turis-turis luar
Jerman memenuhi setiap tenda yang ada. Mereka becengkrama dan bercanda.
Sepasang muda-mudi, yang menurut perkiraan Nathaly baru berumur 15 tahun saling
bercanda. Mereka tertawa bersama dan secara mendadak sang pemuda meniadakan
jarak di antara keduanya.
Nathaly memutar kepalanya. Ia hanya mendengus. Sudah
biasa bila remaja seumuran dua orang tadi melakukan kissing di tempat umum. Bukan hal yang tabu lagi.
Para pedagang kaki lima –tentu berbeda seperti yang ada
di Indonesia- mulai menjajakan hasil makanan olahan mereka. Nathaly bisa
menghirup aroma gulali yang manis. Merasuki indra penciumannya dengan bebas.
Nathaly
mengedarkan pandangan lagi. Dan semenjak tadi yang ditangkap matanya adalah
guguran daun-daun linden. Ujung bibir Nathaly terangkat. Ia merogoh tasnya dan
mengambil kamera pocket berwarna biru tua miliknya.
Tidak ada salahnya jika ia mengabadikan gugur-guguran
daun itu. Bisa dijadikan sebuah koleksi tersendiri untuknya.
Ia memfokuskan pada satu helai daun linden yang baru saja
meloloskan dirinya dari ranting pohon. Melambai disapu angin. Lalu jatuh dan
bergabung dengan dedaunan lainnya yang telah terlebih dahulu meranggas.
Nathaly tersenyum melihat hasil bidikannya. Setidaknya
selama tiga bulan ia di Jerman, koleksi fotonya akan bertambah banyak bila ia
tidak lupa membawa kamera pocketnya. Segala hal yang ada di sekitarnya ini
pantas untuk diabadikan lewat selembar foto.
Telinga Nathaly mendengar coletah kecil dari seorang anak
kecil. Kepalanya berputar dan matanya menangkap sesosok anak kecil. Tubuhnya
dibalut mantel merah dengan bulu-bulu putih disekitarnya.
Indonesia.
Batinnya tiba-tiba.
Bocah kecil itu menunjuk penjual gulali. Di belakangnya,
sosok laki-laki setinggi kira-kira 178 cm berdiri. Ia berjongkok dan
mendengarkan apa yang sedang diucapkan oleh bocah kecil tadi. Laki-laki itu
mengangguk, membuat bocah kecil yang hanya setinggi lututnya bersorak riang. Ia
menunjuk gulali berwarna pink. Gulali itu seperti kumpulan gumpalan-gumpalan
awan.
Ia mengucapkan terima kasih dengan heboh. Kemudian
menarik tangan laki-laki tadi. Mereka berdua melewati meja Nathaly tanpa
menoleh sedikit pun. Aroma jeruk menguar dari bocah kecil itu.
Nathaly tersentak. Sadar akan apa yang dilakukannya sejak
tadi. Hal mustahil yang dilakukannya sendiri. Ia tidak pernah terpaku begitu
lamanya pada sesuatu. Dan objek yang menjadi keterpakuannya tadi adalah seorang
bocah kecil.
Ia mendengus, meenyadari tingkahnya yang diluar kendali, Nathaly
memasukkan kameranya lalu beranjak berdiri.
Berjalan dan meninggalkan sejenak keramaian yang ada di
Unter den Linden. Berjalan menuju arah flatnya. Yang kemudian dalam hitungan
menit Nathaly mengumpat kesal. Ia lupa kemana arah flatnya berada. Tadi saat
pergi ke Unter den Linden Nathaly diajak oleh tetangga disamping flatnya.
Lalu Nathaly ditinggal begitu saja. Saat tetangganya itu
menyampaikan arah bila ingin kembali pulang. Seseorang menginstrupsinya, menariknya
dan meninggalkan Nathaly seorang diri di tengah Unter den Linden.
****
Apa yang Nathaly suka dari Jerman?
Banyak.
Musim seminya. Musim gugurnya. Musim dinginnya.
Unter den Linden.
Festival cahaya yang ada di Berlin.
Brandenburger Tor.
Mercure
checkpoint Carlie.
Reichstagsgebaude.
Gedung DPR Jerman yang sangat menarik perhatiaannya.
Lalu apa yang Nathaly tidak suka dari Jerman?
Banyak sekali.
Ia bisa menuliskan seribu macam alasan mengenai
ketidaksukaannya dengan Jerman. Menuangkannya semua unek-unek yang semakin
bertambat ruwet semenjak tiga hari yang lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar