Ajari aku ‘tuk bisa
Menjadi yang engkau cinta
Agar ku bisa memiliki rasa
Yang luar biasa untukku dan untukmu
Ku harap engkau mengerti
Akan semua yang ku pinta
Karena kau cahaya hidupku, malamku
‘tuk terangi jalan ku yang berliku
Hanya engkau yang bisa
Hanya engkau yang tahu
Hanya engkau yang mengerti, semua inginku
[ajari aku 'tuk bisa mencintaimu]
[ajari aku 'tuk bisa mengerti kamu]
Mungkinkah semua akan terjadi pada diriku
Hanya engkau yang tahu
Ajari aku ‘tuk bisa mencintaimu
Petikan gitar rio diakhiri dengan sebuah falset indah dari rio. Rio menutup matanya saat menyanyi lagu tadi. Sementara anak-anak yang lain mendengar dengan penuh antusias. Selain suara rio yang lembut. Permainan gitar rio juga bagus. Walaupun tak sehandal cakka.
Semua orang yang mendengar permainan dan mendengar suara rio. Akan ikut masuk kedalam permainan musik yang dibuat rio. Terhanyut meresapi setiap suara rio.
Rio membuka matanya, memangku gitarnya. Dan tersenyum kearah semuanya.
“gimana? Bagus nggak?” tanyanya meminta pendapat
“keren banget kak rio. Nyanyi lagi” kata gadis kecil kira-kira berumur 8 tahun dengan penuh antusias.
Rio tertawa kecil melihat gadis kecil itu dengan penuh antusias mengomentari penampilannya tadi.
“yang lain?” tanyanya seraya menatap wajah-wajah polos dari murid-muridnya.
“top banget”
“keren”
“nyanyi lagi”
“asik dah kak rio”
“kak rio top”
Celetuk-celetukan dari hampir semua yang ada disana memenuhi ruangan ini.
Ya, garasi rumah shilla. Garasi dengan ukuran 15X20 meter itu sudah disulap sedemikian rupa. Papan tulis besar dipasang disalah satu dinding. Berbagai gambar khas anak sd menempel dihampir semua dinding.
Sehingga terlihat seperti wallpaper dinding. Dilangit-langitnya digantung bintang-bintang berukuran besar. Beberapa meja dan kursi berukuran sedang tertata rapi didepan papan tulis. Sudah mirip seperti taman kanak-kanak.
Dipojokkan sebelah kanan dari papan tulis. Diberi ruang kosong untuk lesehan. Yang sekarang sedang dipakai rio untuk mengajar gitar. Dengan rio yang duduk dikursi berukuran sedang yang menempel dinding.
Shilla memang membuka sebuah tempat belajar untuk anak-anak yang kurang mampu. Dan anak-anak kecil yang tinggal dikomplek perumahannya. Seminggu tiga kali. Satu hari diisi dengan materi musik dari rio. Pelajaran-pelajaran sekolah dari shilla. Dan kelas menggambar dari Alvin. Kadang-kadang juga dihibur oleh ozy dan deva dengan lelucon-leluconnya bila mereka sedang suntuk.
“oke oke. Ayo semuanya ambil alat musiknya. Kita belajar lagu tadi untuk hari ini” kata rio
Anak-anak langsung berhambur dan mengambil alat-alat musik yang sudah disiapkan shilla. Lalu kembali lagi duduk melingkar didepan rio.
“siap semua?” Tanya rio
“siap kak” jawab mereka serempak
Rio mulai memetik gitarnya. Mengajari mereka cord dari lirik pertama lagu tadi.
“dilihat baik-baik ya. Baru habis itu kita mainkan sama-sama”
“kak rio” anak laki-laki dengan suara cemprengnya mengacungkan tangan.
Rio menghentikan permainannya sebentar. “iya iyan kenapa?”
“bast kemana?” tanyanya karena tidak melihat sahabatnya hari ini.
Rio mendongak menatap shilla. Memintanya untuk menjawab pertanyaan dari iyan. Shilla mengangguk mengerti.
“bast lagi sakit. Jadi hari ini dia nggak masuk dulu” sahut shilla yang duduk di salah satu kursi. Yang sejak tadi memperhatikan rio yang bermain gitar.
“sakit apa kak?” Tanya osa –gadis kecil dengan rambut sebahu yang juga sahabat bast-
“demam. Nanti dari sini kalian mau jenguk bast sama-sama nggak?” Tanya shilla
“mau” jawab mereka serempak.
Shilla tersenyum melihat mereka yang semangat ingin menjenguk bast. “oke. Nanti kita semua jenguk bast. Sekarang kalian dengerin kak rio main gitar” lanjutnya.
“kita mulai ya” rio memetik gitarnya. Dan menyanyi bait pertama. Setelah itu berhenti dan menyuruh anak-anak untuk memaikan alat musik mereka. Berhenti sebentar jika ada yang berbeda nada atau ada yang belum bias.
Shilla berdiri dari kursinya dan membantu rio mengajari beberapa anak yang memegang harmonica. Atau yang kesulitan bagi yang memegang suling.
Shilla memang ahlinya dalam meniup harmonica. Alat musik kecil yang sangat dikuasainya. Dan punya sejarah sendiri untuk shilla.
Satu jam setengah mereka belajar lagu tadi. Dan hampir tiga perempat dari mereka sudah bisa menguasai lagu tadi. Walaupun masih ada nada yang berbeda.
****
Gabriel merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Menyilangkan kedua tangannya dibawah kepala. Menjadikannya tumpuan untuk kepalanya. Ia menatap langit-langit kamarnya yang dihiasi ornament basket.
Matanya menerawang ke kejadian saat diruang musik tadi. Tersenyum jika mengingat gadis itu.
-flasback on-
““cakka” panggil iel.
Cakka dan gadis itu menoleh. Cakka bingung melihat iel hanya melongokan kepalanya saja. Sementara iel diam terpaku saat melihat wajah gadis itu.
Cantiknya, batin iel.
“kenapa yel? Masuk sini. Lo kayak maling aja kalau gitu” kata cakka sambil mengibas-ibaskan tangannya. Memanggil iel untuk masuk. Tapi Gabriel tidak mendengar. Ia masih memperhatikan wajah gadis itu.
Cakka yang melihat jadi tambah bingung. “yel. Woy Gabriel” teriak cakka. Membuat iel terlonjak kaget dan hampir jatuh. Cakka dan gadis itu hanya tertawa kecil. Iel jadi malu sendiri.
Iel masuk kedalam dengan canggung. Malu dan terpesona. Perpaduan suasana yang aneh.
“kenalin. Ini sobat gue. Gabriel stevent damanik. Panggil iel aja” cakka memperkenalkan iel ke gadis itu.
Gadis itu menyodorkan tangannya ingin bersalaman. Iel menyambutnya dengan perasaan gugup.
“iel” katanya. Tangannya halus banget tuhan. Cantiknya, batin iel. Sambil memperhatikan wajah gadis itu dan merekamnya didalam otak.
Gadis itu juga menyebutkan namanya.
“sivia azizah. Panggil via aja kak” sebut gadis itu yang ternyata bernama sivia.
Gabriel menyalami tangannya agak lama. Hingga cakka melepasnya secara paksa.
“kelamaan” kata cakka. Iel merengut sementara via hanya tertawa kecil. Ganggu kesenangan orang aja.
“ayo vi. Kita liat ruangan lain lagi” cakka menarik tangan sivia. Dan meninggalkan iel. Iel melongo. Seenaknya saja cakka. Ia juga mau menemani gadis ini untuk berkeliling sekolah.
“cakka tunggu gue” teriak iel dan mengejar cakka yang sudah keluar dari ruang musik.
Iel berhenti didepan ruang osis. Ketika cakka tidak ada dan meninggalkan sivia sendirian didepan ruang osis. Kesempatan, batin iel senang.
“ini ruang osis vi” kata iel tiba-tiba yang sekarang sudah disamping via. “dan gue Gabriel stevent damanik yang jadi ketua osisnya” lanjutnya bangga dan menoleh ke sivia dengan senyum manisnya.
“eh kak iel. Wah hebat dong kakak” tanggap sivia. Iel hanya cengengesan. Harum parfum sivia merasuki hidungnya. Wangi strawberry. Lembut.
“cakka kemana?” tanyanya.
“tadi ketoilet sebentar” jawab via tanpa mengalihkan pandangannya. Ia sibuk memperhatikan ruang osis yang besarnya sama seperti aula. Sebenarnya tidak sebesar itu. Hanya ¼ dibandingkan aula sekolah. Namun ruangannya yang sejuk yang menarik perhatiaannya.
“mau masuk vi?” tawar iel berusaha untuk akrab
“boleh masuk kak?” Tanya sivia senang. Iel mengangguk.
“mau” kata via tidak sabar. Iel membuka pintu osis. Seketika itu juga angin berhembus menerpa wajah mereka berdua. Pasti ada yang lupa mematikan AC. Sehingga suhu didalam sini menjadi lebih dingin.
“wow” kata sivia takjub.
Ruang osis yang di cat warna warni. Sesuai keinginan anak-anak osis tahun ini. Yang sebenarnya tidak disetujui oleh kebanyakan guru. Tapi mereka berjanji akan mengecat dengan warna putih lagi jika jabatan mereka berakhir.
Kursi dan meja kerja yang dibentuk letter L. seperangkat sofa untuk tamu. Dipojok ruangan terdapat karpet dengan bulu tebal. Yang sepertinya empuk jika diduduki. Berwarna hijau, mirip rumput dihalaman sekolah. Untuk mereka beristirahat sebentar jika suntuk mengahadapi tugas yang seabrek.
Meja panjang untuk rapat dengan 20 kursi. Diatasnya terdapat satu buah laptop dan lcd. Dengan layar putih yang berdiri tegak didepan laptop. Digunakan jika mereka –anak-anak osis membahas suatu masalah/rapat-.
Satu kulkas dan dispenser didekatnya. Ruangan ini sudah seperti ruang rekreasi saja, tidak mirip dengan ruang osis disekolah-sekolah lain. AC dikedua sisi ruangan. Dan satu lukisan besar dengan wajah seluruh anak osis angkatan tahun ini. Dan sejeret foto mantan ketua osis yang sebelumnya yang berjejer rapi.
SMA Cakrawala memang memang memberikan fasilitas lengkap untuk semua organisasi yang ada. Begitupun dengan osis. Maka dari itu, anak-anak osis angkatan tahun ini mendekor ruangan osis seperti ini. Santai dan nyaman. Tapi tetap menjalankan semua tugas dangan penuh tanggung jawab.
“gimana vi? Bagus nggak?” Tanya iel yang melihat wajah via berbinar-binar ketika menatap setiap yang ada diruangan ini.
“keren banget kak. Beda sama ruang osis disekolah via sebelumnya” ucap via sungguh-sungguh. Ia tertarik untuk bergabung dengan osis. Tapi apa boleh? Ia kan pindah ditengah-tengah semester dua.
“ini semua kerjaan anak-anak. Karpet diujung sana usul dari cakka. Dan lukisan besar itu karya Alvin. Anak osis juga” jelas iel
“wow keren banget” sahut via yang masih takjub dengan keadaan didalam sana.
Gabriel memperhatikan setiap lekuk wajah sivia. Gadis ini cantik sekali. Pipinya chubby dengan dua lesung pipit. Manis.
Via menoleh kearah iel. Dan tersenyum. Iel sempat gelagapan dengan gerakan sivia yang tiba-tiba.
“kenapa kak?” Tanya via
“eh nggak. Ayo keruangan lainnya. Biar gue yang nemenin lo keliling lagi. Mungkin cakka dipanggil guru” kata iel berbalik dan mengusap sedikit keringat. Diruang sedingin ini ia masih bisa berkeringat? Mungkin berdiri disamping gadis semanis sivia membuat kelenjar keringatnya bekerja lebih keras.
“iya kak” via mengikuti iel dari belakang
-flasback off-
“elo cantik banget vi. Kayaknya gue jatuh cinta pada pertama deh” gumam iel sambil mengingat-ingat senyum via.
Ingin ku meraih bintang…
ku ingin seperti bintang…
cahyanya tebarkan…
rasa indah dihati yang kilaunya taburkan bias-bias cinta…
Suara ringtone dari hapenya ini. Membuat lamunan Gabriel buyar. Gabriel bersungut kesal. Mengganggu saja.
Nama yang tertera dilayar hapenya membuatnya mengerutkan kening. Tumben tante asti menelepon jam segini.
“iya tante… oh iya… sekarang… iya iel kesana sekarang… apa? Rio sama ozy?... rio ngajar ozy tidur… oke tante… bye” iel menutup telpon. Melemparnya keatas kasur. Masuk kamar mandi dan mengganti pakaiannya.
Siap untuk pergi menemui tante asti.
****
“udah ngertikan semua? Minggu depan kita coba sama-sama” kata rio menutup pelajaran untuk hari ini. Anak-anak berdiri dari duduknya. Mengemasi peralatan mereka.
“udah siap semua?” Tanya shilla. Sementara rio menelpon Alvin untuk membantu membawa anak-anak kerumah bast.
“siap kak” ucap anak-anak serempak.
Tin tin tin
Suara klakson mobil dari sebrang rumah shilla membuat semuanya menoleh ke sumber suara.
Iel menyembulkan kepalanya lewat jendela dan tersenyum kesemuanya.
“hai” sapanya
“hai kak iel” jawab mereka serempak
“rio mana shil?” Tanya iel
“didalam. Mau kemana kak?”
“panggilin dong. Gue mau ngomong sebentar”
Shilla masuk kedalam dan memanggil rio. Rio keluar dengan gitar ditangannya.
“kenapa kak?” Tanya rio
“gue mau ke kantor tante asti. Tadi ditelpon. Ozy dirumah tidur. Tadi dia belum makan” kata iel
“anak itu” gumam rio kesal
“ya udah yo. Gue pergi dulu. Bangunin ozy terus suruh makan” pamit iel.
“kakak duluan ya” pamitnya ke anak-anak. Anak-anak melambaikan tangannya seiring dengan mobil iel yang mulai menjauh.
“shill gue nggak ikut ya. Ozy belum makan” kata rio dengan wajah kecewa. Ia sebenarnya ingin ikut menjenguk bast. Tapi ozy belum makan. Gawat kalau sampai ozy nggak makan. Bisa membuat semua orang kacau.
“ya udah nggak papa. Pakai mobil Alvin cukup kok” kata shilla bersamaan dengan kedatangan Alvin.
“gue nggak ikut pin. Ozy dirumah belum makan” kata rio ketika Alvin membuka jendela mobilnya.
“iya gue ngerti. Urusin aja dulu” kata Alvin paham.
Shilla, Alvin dan rio membantu anak-anak masuk mobil. Setelah semuanya masuk. Dan siap buat pergi. Rio melambaikan tangannya. Setelah mobil shilla dan Alvin hilang dari pandangannya. Rio berlari kerumahnya.
****
Rio masuk kekamarnya dan menaruh gitarnya. Mencuci wajahnya diwastafel kamar mandi. Dan cepat-cepat keluar ketika mendengar ozy yang memanggilnya dengan suara lemah.
Rio membuka pintu kamar ozy. Dan melihat ozy yang sedang memegangi perutnya sambil meringis kesakitan.
“zy. Kenapa lo?” tanyanya panik.
Rio berjalan menghampiri ozy. Membantu ozy duduk.
“sakit kak” rintihnya sambil meringis kesakitan
“sudah makan belum lo?” Tanya rio
Ozy menggeleng. Rasanya susah untuk bicara. Perutnya seperti ditusuk-tusuk dan dililit dengan tali.
Rio menoyor kepala ozy. Anak ini susah banget dikasihtaunya. Dibilangi jangan sampai telat makan. Akhirnya seperti ini kan. Maagnya kambuh.
“otak lo sih bebel banget. Kalau dikasih tau itu nurut kek” omel rio seraya membantu ozy tiduran. Ia beranjak dan mengambil obat maag ozy. Menyodorkan segelas air putih dan dua butir obat.
Ozy meminumnya dengan susah payah.
“tunggu sini. Gue ambil makanan dulu” kata rio berdiri dan berjalan keluar kamar.
Turun kedapur mengambilkan ozy makanan. Kalau tidak dipaksa susah sekali menyuruh ozy untuk makan. Membuat yang lain selalu was-was jika ia belum makan.
Mereka bertiga yang sejak kecil sudah ditinggal oleh ibunya karena meninggal akibat sakit paru-paru basah. Dan ayah mereka yang bekerja sebagai diplomat. Membuat mereka bertiga sering ditinggal keluar kota atau luar negeri oleh ayah mereka. Dan hanya tante asti yang menjaga mereka.
Dan ozy yang merupakan anak bungsu. Menjadi tanggung jawab rio dan Gabriel. Bila terjadi sesuatu dengan ozy. Maka Gabriel dan rio merasa bersalah ke ayah mereka karena tidak bisa menjaga ozy dengan baik.
Ozy yang sejak 12 tahun yang lalu. Tidak mendapat kasih sayang dari sosok seorang ibu. Jadi jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ke ozy.
“makan” kata rio menyodorkan semangkuk bubur. Ozy menggeleng tidak mau.
Rio menatapnya geram. “mau masuk rumah sakit atau makan?” ancam rio galak.
“suapin” kata ozy manja
“nyeh. Manja banget sih lo” kata rio. Tetapi ia tetap menyendokkan bubur ke mulut ozy. Ozy memakannya dengan lahap.
“kalau disuruh makan itu nurut zy. Lo nggak mau masuk rumah sakit kan karena maag lo ini” ceramah rio
ozy mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia membuka mulutnya. Rio menyuapi ozy dengan penuh kasih sayang. Walaupun adiknya ini sering membuatnya kesal setengah hidup. Tapi ozy kan adik kandungnya. Siapa lagi yang akan menyayangi ozy kalau buka dia dan iel.
“kak iel mana?”Tanya ozy setelah menelan satu sendok terakhir.
“ke kantor tante asti” kata rio menaruh mangkuk dimeja samping tempat ozy.
“ngapain?”
“nggak tau”
“kak” panggil ozy
“hmm”
“papa kapan pulang?” tanyanya. Ada rasa rindu yang membuncah bila menyebut dalam dirinya bila menyebut kata itu.
Rio duduk dikasur ozy. Mengacak rambut adiknya. Lalu tersenyum.
Bila ditanya, rindu kah dia dengan papanya? Jawabannya iya. Rindu sekali. Sudah satu bulan tidak melihat papanya.
“minggu depan pulang. Makanya lo kalau disuruh makan nurut?”
“apa hubungannya sama makan?” Tanya ozy bingung
“ya supaya gue nggak dimarahin papa” kata rio sekenanya
“itu sih derita lo”
“heh” rio mengacak-ngacak rambut ozy samapi berantakan. Menghambur isi kamar ozy dan membuatnya sepertio kapal pecah. Tidak menghiraukan teriakan-teriakan marah dari ozy.
Karena sesuatu yang berhubungan dengan masalah cinta. Itu adalah masalah hati. Ketika ada pertanyaan tentangnya, cara terbaik adalah menanyakannya ke hati.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Membingungkan
Kacau. Membingungkan. Semuanya membingungkan. Iya. Aku menghadapinya jadi bingung sendiri. Nggak serta merta merasa senang diber...
-
Rainbow After The Rain: Love In Moscow by Angelique Puspadewi . . . Rainbow After The Rain : Love in Moscow bercerita ten...
-
. . . #dailyreview #mypromise #ninnarosmina . My Promise - Ninna Rosmina - Young Adult Fiction - Grasindo, 2018 . . B.L.U...
-
oke dah come on.. yeay akhirnya setelah 20 hari aku bisa nyelesain 4 gambar.. sebenarnya pengen 5 gambar tapi yang satunya lagi malas hahah...
Koq gk dilanjutin..
BalasHapus