“Pram.”
Aku menoleh ketika seseorang
melangkah masuk ke kedai kopiku. Aku tak mau memberi nama apapun untuk kedai
kopi ini. Biarlah para pelanggan yang memberi nama sesuai dengan keinginan
mereka. Selama mereka merasa puas dan nyaman dengan apa yang kedaiku ini
sajikan, aku sudah merasa senang.
“Hai Den. Lama nggak ketemu, kemana
aja?” aku berfive high dengannya.
Denny hanya menyengir lebar seraya
melompat duduk di depan meja sajiku. Tempat dimana aku bekerja, meracik segala
macam jenis kopi.
“Kopi hitam,” seruku saat ia akan
mengucapkan sesuatu.
Denny menggeleng dan menyengir, “Kau
salah. Beri aku sesuatu yang lain. Aku sedang bahagia.”
Aku mengangguk dengan senyum lebar.
Pantas saja wajahnya begitu berseri hari ini.
Sementara aku mulai meracik, Denny
mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kedai. Senyum di wajahnya tidak
luntur sama sekali, padahal dua hari yang lalu ia datang dengan wajah suram
seperti zombie dan memesan dua cangkir kopi hitam panas.
Tetapi hari ini, teman akbrabku ini
terlihat sangat ceria.
“A cup of Cappucinno for you, Sir.”
Aku menyorongkannya ke depan Denny.
Denny cepat-cepat meminumnya, ia
memejamkan mata sebentar saat menahan cappucinno itu di dalam mulutnya untuk
sejenak. Ia meminumnya hingga tuntas dalam beberapa kali tegukkan saja.
“Tidak akan enak kalau kau habiskan
sekaligus seperti itu,” saranku.
Denny menaruh cangkirnya lalu
menyapu sisa krim di sudut bibirnya, “Resep baru ya?”
Aku menggeleng, “Aku baru membuatnya
lima hari yang lalu.”
“Oooh.” Ia mengangguk-angguk paham.
“Ada yang ingin kau sampaikan?
Sepertinya sahabatku yang satu ini sedang sangat bahagia? Tidak ada wajah
zombie mu lagi.” Godaku.
Denny melempar topinya ke wajahku
dengan wajah cemberut, yang langsung ku tangkap.
“Lihat ini.” Ia menyorongkan
Ipad-nya kepadaku.
Aku mengambilnya lalu membaca
sesuatu yang tertera di sana.
“Whoaaaa.” Refleks aku berteriak
heboh.
“Ini beneran?”
Denny mengangguk-angguk senang,
senyumnya semakin lebar. “Kemarin dia mengirimiku ini.” Ia menggaruk kepalanya
gugup.
“Selamat.” Ucapku tulus.
Denny menyambut uluran tanganku
dengan semangat. Senyum tak henti-hentinya ia umbar. Dan aku hanya tersenyum
maklum melihatnya yang seperti mendapatkan lotre sebesar 2 milliar.
Secangkir cappucinno untuk sahabatku
yang sedang berbahagia pagi ini. Do you want it too? J
Denny, maaf
untuk tiga hari yang lalu ya.
Dua minggu lagi
aku akan datang, dan bersiaplah. Kau harus
menyematkan cincin ini di jariku.
Aku menunggu
saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar