Kamis, 17 Februari 2011

Briecal Bab 1

BAB 1



Gadis kecil dengan lesung pipit itu sesegukkan dipelukan kakak laki-lakinya. Ia tidak mau melepas pelukan ini. Ia tidak mau kakaknya pergi meninggalkannya. Ia tidak mau ditinggal sendirian.
Kakaknya mengusap lembut rambut gadis kecil itu. Berusaha meredakan tangisnya. Adik kecilnya yang sebentar lagi akan ditinggal jauh. Ya kakaknya ini akan pergi ke London untuk melanjutkan sekolanya. Kakaknya mendapat beasiswa selama 2 tahun disana.
“Ery udah ya. Cup. Jangan nangis terus. Jelek tau kalau Ery nangis” bujuk kakaknya lembut sambil menepuk-nepuk kepala Ery. Ya, Gadis kecil itu bernama Ery.
Ery menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau ditinggal. Tidak mau kakaknya pergi. Tidak mau segalanya. Cuma satu yang dia mau. Kakaknya tetap disini. Dirumah. Disampingnya. Memeluknya tanpa harus dilepas.
Briel(nama kakak Ery) menghela nafas berat. “ayo dong Ery. Kakak kan disana mau sekolah. Kakak kan mau jadi musisi hebat. Biar nanti kakak bisa main piano sambil nyanyi untuk Ery. Ery mau kan liat kakak main piano sambil nyanyi?” jelas briel panjang lebar untuk kesekian kalinya.
Ery mengangguk pasrah. Keputusan kakaknya ini sudah tidak bisa diganggu gugat lagi. Karena bagi kakaknya beasiswa ini penting sekali. Sudah sejak lama kakaknya menginginkan ini.
Briel tersenyum lega. Akhirnya setelah beberapa hari membujuk Ery. Adiknya ini mau mengerti juga. Sebenarnya bagi briel sendiri, ia enggan untuk meninggalkan Ery. Adik kecil yang begitu disayanginya. Malaikat kecil dari Tuhan yang selalu ada disisinya kapan saja.
Tapi mau bagaimana lagi. Beasiswa yang sudah diperjuangkannya sekarang sudah didapatkannya. Mau tidak mau briel harus berangkat. Nggak mungkinkan suatu saat ia akan mendapatkannya lagi? Seandainya dilepaskannya begitu sja beasiswa ini. Perbandingnya 1: 1000.
Briel mencium kening Ery lama. Mengucapkan terima kasih yang tulus.
Ery mengangkat kepalanya. Kepalanya yang sedari tadi terbenam dipelukan kakaknya. Dia mengusap air matanya dengan tangan mungilnya. Hidung dan matanya merah karena terlalu lama menangis. Kantung matanya juga jadi sedikit besar karena sembab.
Calvin* kakak laki-lakinya yang kedua menatap Ery sedih. Ada rasa sakit didadanya. Pasalnya beberapa bulan lagi dia juga akan pergi ke Korea. Untuk menerima hasil dari jerih payahnya selama ini. Hasil dari latihan berbulan-bulan. Hasil dari setiap tetes keringat dan air matanya. (* re: kalvin)
Calvin ke Korea untuk melanjutkan kendo tingkat lanjut disana. Sebuah seni beladiri asal Jepang. Ia memenangkan beberapa pertanding kendo tingkat internasional. Sehingga dari pihak klub kendonya, mengirimkannya ke Korea untuk mendapatkan ilmu yang lebih banyak. Agar kelak dia bisa menjadi atlit kendo professional.
Calvin sedih jika membayangkan Ery yang menangis untuk dirinya. Sekarang saja Ery sudah menangis kejer karena akan ditinggal Briel. Bagaimana nanti jika ia juga akan ditinggalkan calvin?
Mereka memang dekat satu sama lain. Apalagi Ery yang merupakan anak bungsu dan perempuan sendiri. Selama ini Ery tidak pernah jauh dari kakak-kakaknya. Ery juga selalu mendapat limpahan kasih sayang dari kedua kakaknya itu.
“makasih sayang” ucap Brie lulus
Ery mengangguk dan tersenyum “ kak briel janji ya ke Ery. Kakak nggak akan ngelupain Ery. Kak Briel bakal kirim surat teruskan ke Ery? Kak Briel janjikan?” pintanya bertubi-tubi dengan wajah penuh harap.
Briel mengangguk, mengacak rambut Ery. “iya Kak briel janji. Janji nggak akan lupain Ery. Janji juga bakal kirimin Ery surat setiap waktu. Oke cantik jangan nangis lagi ya”
Ery mengangguk sungguh-sungguh. Dia loncat dari pangkuan Briel. Dan berlari kekamarnya dilantai dua. Briel, Calvin, Ayah dan Bunda menatap punggung Ery yang sudah hilang dengan tatapan bingung. Dalam benak mereka hanya satu kalimat yang terlintas “mau apa ery?” .
Tidak lama Ery turun. Meloncati dua anak tangga sekaligus. Dia berlari-lari kecil kearah semuanya. Ditangannya sudah ada satu kotak berwarna biru dengan corak polkadot.
Ery duduk ditengah-tengah Briel dan Calvin. Ayah dan Bundanya duduk disofa depannya. Calvin menatap Ery bingung. Penasaran.
“itu apa ry?” tanyanya penasaran. Ery membuka kotak itu. Ada 3 kalung dan tiga gelang didalamnya. Ery mengambilnya dan memberikan satu persatu kekakak-kakaknya.
“ini Ery bikin waktu hari kasih sayang. Sudah lama sih. Waktu disekolah Ibu guru bilang orang yang kita sayang harus dikasih barang yang istimewa. Waktu itukan ada lomba buat bikin gelang sama kalung. Jadi Ery bikin ini. Karena Ery sayang banget sama kakak semua. Jadi Ery kasih ini” jelasnya panjang lebar. Ery menarik nafas sebentar “ini pake uang jajan Ery sendiri loh. Nggak minta Ayah atau bunda” lanjutnya dengan cengiran khasnya.
“BRIECAL?” kata Briel dan Calvin bersamaan. Calvin yang sudah benar-benar penasaran langsung bertanya. “apa artinya “briecal” ry?”
Ery tersenyum lucu, sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “ Briel, Ery, Calvin” jawabnya polos
Briel memandang kalung dan gelang itu. Di huruf “bri” miliknya sedikit berbeda dari huruf yang lain. Di tiga huruf itu berwarna biru laut favoritnya.
“makasih ya Ery. Cantik. Kakak suka” komentar Briel seraya memakai kalungnya.
Ery cengengesan menanggapi komentar briel. “kak Briel jaga baik-baik ya. Kalau kakak kangen sama Ery dan Kak Cal. Kakak pandangi aja ini ya”
Briel mengacungkan jempolnya tanda oke. Sedangkan Calvin tersenyum simpul. Senyum yang begitu menawan. Ia mengacak rambut Ery. Dan secara cepat mencubit kedua pipi Ery. Dan langsung berlari keatas.
Ery meringis kesakitan. Kedua tangannya langsung mengelus-ngelus pipinya yang dicubit calvin. Ery merengut dan menggembungkan pipinya. Lucu sekali.
Dia langsung berlari mengejar Calvin sambil menggerutu kesal. Ery paling tidak suka jika kedua pipinya dicubit. Tapi karena ini juga yang sering membuat Ery dan Calvin berantem. Pipi ery yang chubby membuat orang yang melihatnya ingin mencubit.
Dan bagi Calvin mencubit pipi Ery dan membuatnya menggerutu adalah hal menarik tersendiri. Karena bila Ery mulai menggerutu dan kesal kedua pipinya itu akan digembungkannya. Membuat Calvin semakin gregetan bila tidak mencubitnya.
“kak Cal jahat. Awas ya” umpat Ery kesal
Briel, bunda dan ayah hanya tertawa kecil melihat tingkah laku Ery. Gadis kecil yang selalu manja ke kakak dan orang tuanya. Briel menghentikan tawanya, wajahnya berubah jadi murung karena sekelebat bayangan yang terlintas dibenaknya barusan.
Bunda mengernyitkan keningnya. Heran dengan sikap Briel yang langsung berubah. Bunda mengelus lembut puncak kepala Briel. Menyalurkan rasa sayang dan perhatian seorang ibu kepada anak-anaknya.
“kenapa kak? Ada masalah. Cerita sama bunda dong. Jangan dipendam sendiri” kata bunda lembut
Briel menatap bundanya dengan wajah sendu
“Calvin bun” gumamnya sedih. Bunda dan ayah menghela nafas. Berat rasanya bila berbicara soal ini. Mereka bingung bagaimana cara memberitahu Ery tentang kepergian Calvin.
Selain dekat dengan Briel. Ery juga sangat dekat dengan Calvin. Bisa dibilang Ery adalah partner in crime Calvin. Walaupun sering membuat ulah bersama. Tapi mereka berdua sangat kompak dan saling sayang.
Ayah menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Tangan kanannya memperbaiki letak kacamata bacanya yang bergeser.
“kita pikirkan nanti. Biar Ery bisa menerima ini dulu. Biar dia nggak terlalu shock. Biar Calvin sendiri yang kasih tau Ery. Dia pasti punya cara agar Ery bisa ngerti” kata ayah menjelaskan dengan senyum hangat diujung kalimatnya.
Memang hanya Calvin yang bisa menjelaskan apa saja ke Ery. Tanpa harus membuat Ery menumpahkan air matanya bila sudah mendengar.
Bunda dan Briel mengangguk pasrah. Baru saja mereka ingin mengobrol yang lain. Dari lantai atas sudah terdengar jeritan Ery.
“huaaa kak cal jahat. Sakit”
“aduh-aduh. Ampun ry. Ampun. Sakit”
“nggak mau. Sakit tau kak”
“aduh. Ampun”
Briel cengo mendengar jeritan yang berturut-turut itu. Ia menggelengkan kepalanya. Kebiasaan, pikirnya.
“sana kak dilerai. Ntar tambah kacau. Ini sudah malam, malu kalau didengar tetangga” perintah ayah cepat. Masalahnya kalau mereka berdua nggak cepat-cepat dilerai. Bisa berabe urusannya.
Briel langsung berlari keatas. Tepatnya ke kamar Calvin. Karena jeritan Ery tadi berasal dari kamar Calvin. Briel membuka pintu kamar Calvin. Pandangannya beredar keseluruh penjuru kamar. Briel heran, kenapa kamarnya masih rapi? Biasanya kalau sudah Ery dan Calvin bertengkar. Kamar Calvin sudah berantakan sama seperti kapal pecah atau seperti kandang tikus. Mengenaskan.
Briel hendak menutup pintu karena tidak menemukan mereka berdua. Tapi niatnya itu dihentikan karena mendengar ocehan Ery dari arah balkon.
“liat kak. Tuh bintangnya tuh” suara Ery sambil menunjuk-nunjuk bintang dengan telunjuknya.
Briel mengalihkan pandangannya kea rah balkon. Yap, ternyata mereka berdua sedang duduk dibalkon. Calvin duduk memmbelakangi pintu balkon. Dan sepertinya Ery duduk dipangkuannya.
“bagusan yang itu. Lebih terang” kata Calvin menunjuk bintang yang paling terang.
“ih lain itu. Tapi yang itu tuh. Tuh tuh lebih banyak. Kalau itu sendirian’ bantah Ery sambil menunjuk bintang yang banyak dan beralih ke bintang yang ditunjuk Clvin.
“ah bagusan yang itu” bantah Calvin
“ah kakak. Yang itu lebih banyak. Lebih terang. Rame lagi” ery ngeyel dengan pendapatnya
“yang itu”
“yang itu”
“itu”
“itu”
“itu”
“itu”
“itu”
“itu”
Calvin dan Ery malah berantem. Saling tatap-menatap. Mata mereka mengeluarkan aura tidak mau mengalah. Briel yang melihat langsung masuk dan menggeser pintu balkon. Mengangkat Ery dan didudukkannya dipangkuannya.
“sudah stop. Jangan berantem lagi” lerai Briel. Namun Ery dan Calvin tetap tidak bergeming. Tetap saling menatap dengan pandangan tidak mau mengalah. Briel yang merasa tidak diperhatikan merasa kesal.
“mau stop atau nggak? Atau kakak kasih tau ayah sekarang” kata Briel seraya berdiri, menurunkan Ery dari pangkuannya. Lalu berjalan dengan tampak kesal.
Calvin dan Ery saling menatap. Menaikkan satu alis masing-masing. Lalu menengok ke Briel yang hampir membuka pintu. Gawat, batin mereka berdua. Calvin langsung berlari dan berdiri didepan pintu sebelum Briel membukanya. Sementara Ery berdiri didepan Briel dengan merentangkan kedua tangannya. Menghalangi Briel lewat.
“jangan kak. Ampun. Baikin deh kita” kata mereka berdua bersamaan.
Briel tetap berjalan kedepan. Menggeser badan Ery yang lebih kecil darinya. Menjauhkan Calvin dari pintu.
Calvin memegang tangan Briel dengan tampang melas. Sementara Ery memegang baju Briel.
“plis kak jangan ya. Ya ya jangan ya” pinta Ery
“iya kak jangan ya. Kita baikin deh. Ery maafin kakak” kata Cal sambil menjulurkan jari kelingkingnya ke Ery untuk baikan.
“iya kak. Ery juga maaf ya kak Cal” Ery mengaitkan jari kelingkingnya ke jari Calvin.
“kita baikan kak. Jangan kasih tau ayah ya” pinta Calvin. Ery mengangguk tanda setuju.
Briel yang menghadap membelakangi mereka tersenyum senang. Baru diancam ingin dilaporkan saja mereka sudah mohon-mohon. Dalam hati Briel tertawa puas. Mereka berdua memang paling takut dengan Ayah. Soalnya kalau sudah berantem dan tidak ada yang saling mengalah untuk minta maaf. Ayah akan mengurung mereka berdua dikamar selama seharian. Biar bisa merenungi kesalahan masing-masing.
Briel berbalik, memasang wajah galak. Calvin dan Ery yang melihat langsung jiper. Karena wajah Briel menakutkan.
“beneran sudah maafan? Nggak akan berantem lagi?” Tanya Briel galak
Cal dan Ery mengangguk. “beneran kak”
“oke nggak akan kakak laporkan. Tapi kalau sampe berantem lagi langsung kakak laporkan” ancam Briel.
“iya janji” ucap mereka berdua.
“sip. Ayo duduk dibalkon lagi” kata Briel mengubah raut wajahnya dengan senyum hangat. Senyum yang selalu disukai Ery.
“kakak nggak marah?” Tanya Ery takut-takut
Briel tersenyum. “nggak Cuma bercanda aja tadi” jawab Briel cengengesan.
“yah” cal dan ery menghela nafas kesal.
“kenapa?” Briel bertanya dengan wajah bingung.
“nggak papa. Nggak papa”
Mereka bertiga duduk dibalkon kamar calvin. Menatap bintang-bintang yang sedang bersinar. Malam ini bintang-bintang dilangit memang sedang banyak. Tidak seperti biasanya. Ditambah dengan bulan sabit yang membentuk sebuah senyuman. Indah sekali.
Calvin duduk dengan kaki yang dimasukkan ke pagar pembatas. Sehingga kakinya terayun-ayun diudara. Menopang dagunya dengan kedua tangan yang dilipat di atas selasar pagar. Sementara Briel duduk dengan Ery yang ada dipangkuannya.
Menikmati angin malam yang berhembus tidak terlalu kencang. Sejuk. Mengibar-ngibarkan rambut Calvin dan Briel yang terkena hembusan angin.
“itu bintang kak Cal, itu bintang Ery, dan yang itu bintang kak Briel”celetuk Ery tiba-tiba sambil menunjuk tiga bintang yang berjejer berdampingan. Bintang yang sepertinya paling terang diantara ribuan bintang lain.
“dan itu bulan tiga bertiga” kata Briel seraya menunjuk bulan sabit yang sedang membentuk senyum.
Calvin terkekeh kecil. Menikmati suasana seperti ini. Suasana yang sebentar lagi akan terasa beda tanpa adanya Briel disamping mereka. Suasana yang akan sangat dirindukan mereka bertiga.
Calvin menghela nafas. Berusaha mengatur kata-kata dalam otaknya. Malam ini ia akan memberitahu Ery tentang kepergiannya.
“seandainya kak Cal pergi. Ery sedih nggak?” Tanya Calvin tiba-tiba. Ery yang mendengar pertanyaan kakaknya. Menatap bingung. Maksudnya apa?
“ya sedih lah. Emangnya kak Cal mau pergi?” Tanya Ery bingung.
Calvin tetap menghadap depan tanpa mengalihkannya ke Ery.
“kalau kakak juga pergi jauh sama kayak kak Briel. Ery juga akan nangis kayak tadi?” Tanya Calvin tanpa menjawab pertanyaan Ery.
Ery semakin bingung dengan pertanyaan Calvin. Sementara Briel tau kemana arah pertanyaan-pertanyaan Calvin.
“kak Cal tanya apa sih? Ery bingung” kata Ery
Calvin menghadap ke Ery dan Briel. Mengangkat kakinya dan duduk bersila. Calvin menatap wajah Ery yang sedang menatapnya bingung.
Calvin membelai rambut Ery dengan lembut dan tersenyum hangat. Ini saatnya cal, batinnya
“ery dengerin kak Cal ya. Terus ntar kalau kak Cal cerita jangan nangis ya? Ery cukup jawab pertanyaan kak Cal dengan anggukan. Ngerti?” kata calvin.
Ery mengangguk bingung. Calvin menghela nafas.
“Ery taukan kalau kak Cal ini atlit kendo?” tanyanya
Ery mengangguk
“Ery juga tau kan kalau kak Cal pengen jadi atlit professional?” tanyanya lagi.
Ery mengangguk lagi
“Ery juga tau kan. Kalau kak Cal pingin pergi ke luar negeri buat jadi atlit kendo professional?” tanyanya lagi
Ery mengangguk. Sementara Briel diam, tidak mau mengganggu Calvin yang sedang menjelaskan ke Ery.
“nah” kata Calvin menyelesaikan pertanyaannya. “6 bulan lagi kak Cal bakal pergi ke Korea buat ngejar cita-cita kakak sebagai atlit professional. Dan korea itu sama jauhnya seperti London. Dan kak Cal bakal 3 tahun tinggal disana. Ery disini baik-baik ya? Karena selama tiga tahun kak Cal nggak ada disamping Ery” jelas Calvin dengan suara bergetar.
Ery berusaha mencerna semua penjelasan Calvin. Penjelasan yang menurutnya sedikit susah untuk dimengerti.
“berarti kak Cal juga mau pergi kayak kak Briel?” tanyanya
Calvin mengangguk.
“berarti selama tiga tahun Ery bakal sendirian disini. Tanpa kak Cal dan Kak Briel?” Tanya Ery
“iya” jawab briel dan Calvin bersamaan.
Ery turun dari pangkuan Briel. Duduk sedikit menjauh dari cal dan briel. Bersila didepan pagar balkon. Memejamkan matanya. Berusaha mencerna semua pertanyaan dan penjelasan dari Calvin.
Briel dan Calvin menatap ery pasrah. Pasrah akan reaksi Ery. Pasrah akan apa yang terjadi setelah ini.
Untuk beberapa saat mereka terdiam. Tidak ada yang saling berbicara. Calvin menatap Briel dengan pandangan sendu.
“dia baik-baik aja Cal. Kamu nggak usah khawatir. Dia bisa ngerti” kata Briel sedikit berbisik dan menyakinkan Calvin.
Sementara Ery masih menutup matanya. Membiarkan angin malam membelai wajahnya. Merasakan kebersamaan yang sebentar lagi hilang. Hingga tiga tahun kedepan atau lebih.
Ery membuka matanya. Menarik nafas lalu dihembuskan perlahan. Berdiri dan berjalan kearah Calvin dan Briel. Duduk ditengah-tengah mereka.
“Ery izinin kak Cal pergi. Karena itu semua cita-cita kak Cal kan? Ery nggak berhak untuk cegah kak Cal pergi” ucapnya seraya tersenyum manis ke Calvin.
Calvin melongo. Kaget. Heran. Dan bingung. Adiknya baru kelas 6SD ini bisa berbicara seperti itu. Sama dengan Calvin. Briel juga menatap Ery bingung. Mudah sekali Ery bicara seperti itu.
Ery mengibas-ibaskan tangannya didepan wajah Calvin dan Briel. “iya kan kak?” ucapnya.
Calvin mengerjapkan matanya.
“beneran?” Tanya tidak percaya. Ery mengangguk.
Calvin langsung menarik ery. Memeluknya. Tidak percaya dan senang.
“makasih ry. Makasih banget” ucapnya penuh terima kasih.
Ery melepaskan dirinya dari pelukan calvin. Duduk menghadap depan. Memandang balkon sebrang balkon kamar calvin. Tertawa kecil saat melihat orang pemilik balkon itu terjungkang kebelakang saat mendarat setelah melakukan salto.
Balkon milik sahabat sejatinya. Raka Baskara. Yang lebih sering dipanggil Mizu. Oleh ketiga saudara ini. Panggilan yang entah berasal dari mana.
“kan kak Cal sendiri yang pernah bilang. Sebuah cita-cita yang sudah dinginkan sejak dulu dan bila suatu hari cita-cita itu akan terwujud. Nggak ada satu orang pun yang bisa menghalanginya. Iya kan? Selain takdir tuhan yang bisa menghalangi cita-cita itu tentunya” ucapnya panjang lebar. Mengingat semua perkataan yang pernah diucapkan oleh Calvin pada suatu malam.
Sekali lagi Briel dan Calvin yang mendengar perkataan Ery. Melongo kaget. Hebat sekali adik mereka ini. Bisa mengingat semuanya. Padahal kata-kata barusan diucapkan oleh Calvin kira-kira tiga tahun yang lalu. Dan sekarang diucapkan oleh ery dengan tegas. Adik kecil mereka jadi terlihat lebih dewasa sepertinya.
“Ery memang sedih. Kak Briel dua hari lagi bakal pergi. Dan nggak lama lagi kak Cal juga pergi. Tapi kita bertiga nggak akan putus hubungan kan? Disini ada ayah, bunda, mizu dan kak Vano yang jagain Ery. Jadi Ery nggak bakal kesepian kalau kakak berdua pergi” ucapnya sekali lagi tanpa mengalihkan pandangannya.
Briel memutar badan Ery agar menghadap kearahnya. Memegang kedua bahu Ery. Menatapnya serius.
“Ery beneran bicara seperti itu? Ery beneran ngizinin kak Cal dan kak Briel pergi?” tanyanya masih belum percaya.
Ery mengangguk. “sangat-sangat serius. Untuk apa Ery menghalangi cita-cita kakak. Itu semua kan untuk kebahagiaan kakak. Jadi Ery izinin”
“tapi kenapa dari kemarin Ery nangis terus waktu kak Briel bilang bakal pergi?” Tanya Briel sambil menurunkan tangannya.
Ery manyun. “yee siapa suruh ngasih taunya kemarin lusa? Emangnya Ery nggak kaget apa? Kakak sih enak” protesnya.
Lah kenapa jadi briel yang disalahin?
“kok kakak?”
“iya lah. Coba kakak bilangnya dari lama. Jadi Ery kan bisa nyiapin mental” ucapnya masih manyun.
Hah? Nyiapin mental? Seperti apa aja. Dasar Ery.
“jadi sekarang Ery beneran yakin buat ngijinin Kak Cal pergi?” Tanya Calvin berusaha menyakinkan dirinya sendiri.
Ery mengangguk. “seratus persen yakin. Atau kak Cal nggak mau nih Ery ijinin?” pancing Ery
Calvin menggoyang-goyangkan tangannya. “nggak nggak. Iya kakak percaya”
Ery dan Briel hanya tertawa saja. Malam ini. Dibawah langit yang sedang bertabur bintang. Dan ditemani oleh sebuah senyuman dari bulan sabit. Tiga bersaudara ini saling berjanji. Berjanji akan sebuah perubahan. Ya mereka ingin itu.
Ingin menjadi seseorang yang berguna bagi orang lain. Ingin membahagiakan kedua orang mereka. Dan berjanji akan selalu menyanyangi walaupun jarak memisahkan mereka dikemudian hari nanti.
“kak Briel, Ery bobo sama kakak ya?” pinta Ery manja.
Briel menundukkan kepalanya. Melihat Ery yang menaruh kepalanya di atas pahanya. “hmm boleh”
“yeee asik” Ery bangun dan langsung memeluk Briel. “Ery sayang kakak” ucap Ery tulus.
Briel mendekap Ery. Memeluknya dengan penuh kasih sayang. Adik kecilnya ini. Ia mengelus-elus rambut Ery. “ya kakak juga sayang sama Ery” balas Briel.
Sebuah pelukan yang akan selalu Ery rindukan bila Briel pergi nanti dan tidak bersamanya lagi. Pelukan dari kakaknya. Hangat. Itu pendapat ERy.
“manja” cibir Calvin
Ery hanya memeletkan lidahnya. Sambil mengucapkan kata-kata tanpa suara. Hanya menggerak-gerakkan bibirnya saja “kak cal iri”
Calvin melotot, dasar ya Ery ini. Cal maju, mendekat ke Briel. Dan ingin mencubit pipi Ery. Tapi kalah cepat. Karena Ery sudah menyembunyikan wajahnya di dada Briel.
“sini pipinya sini. Biar kak Cal cubit”
“nggak mau”
“sini sini”
“kak cal jahat”
“biarin”
Briel hanya mengulum sebuah senyum. Ya Allah ternyata sebentar lagi, Iel bakal ninggalin mereka. Jaga selalu mereka Ya Allah. Batin Briel.
“sudah stop. Ayo tidur. Sudah malam ini” lerai Briel.
Ery memeletkan lidahnya lagi. Mengejek Calvin yang dari tadi tidak mendapatkan pipinya.
“weeekk” ejeknya
“awas ya” Cal berdiri dan siap menangkap Ery yang bersembunyi di belakang punggung Briel.
“kyaaaaaaaaaaa” Ery berlari. Keluar dari kamar Calvin dan masuk ke kamar Briel.
Briel menggelengkan kepalanya. Dua adiknya ini sudah seperti anjing dan kucing saja. Baru beberapa menit yang lalu mereka hanyut dalam suasana mellow. Sekarang sudah kejar-kejaran lagi.
Dan satu yang di syukurin oleh Briel. Ery tidak menangis lagi. Ya memang benar kata Ayahnya. Kalau Calvin itu selalu punya cara tersendiri dalam berbicara dengan Ery. Tanpa harus membuat Ery menangis.

rencana untuk membuat novel

oke well ini terlalu ngelunjak. terutama saya ini belum mahir banget nulisnya, baru bikin cerbung aja sudah ketar-ketir nggak karuan. ditagih sama yang suka cerbung sya. padhal itu cerbung juga nggak ada apa-apanya.
and know, i have a idea for make a novel. god dapat keberanian dari mana coba. saya tau kok ini terlalu. ya terlalu.
tapi bukankah kalau sebuah keingin nggak dilaksanain bakal nyesek diri sendiri kan? nah saya coba untuk buat novel. mumpung ada selfpublishing saya mau coba. tapi baru aja ngetik bab 1 dari novel saya aja. saya sudah stuck. writer block. rrr i don't like it. hal hal menyebalkan.
sudah nggak punya pendukung yang buat nyemangati.
tapi iarpun gitu sajya tetap mau coba buat ngerjain hal ini. dan saya cuma punya waktu satu setangah bulan aja yang lowong. haih berasa seperti orang mau mati.

well i know. ini keinginan ngelunjak banget. so sekarang saya sedang membutuhkan penyemangat.

Senin, 07 Februari 2011

project e-love story

Cause You Are Different (karena gambar kita menyatu)

Bukkk
Aku membanting tubuh ku ke atas tempat tidur. Rasanya hari ini tenaga ku terkuras habis. Pekerjaan di kantor tadi banyak sekali. Membuat punggung ku terasa sakit. Karena terlalu lama duduk dan berkutat dengan banyaknya surat-surat masuk dan keluar.
Hei hei aku bukan seorang pegawai kantoran atau karyawan sebuah perusahaan. Aku hanya seorang siswi kelas 12 yang sedang melakukan PKL (Pratik Kerja Lapangan) atau kalau oleh guru-guru di sekolah ku. Beliau menyebut kami sebagai siswa Praktrin (Praktik Kerja Industri).
Ya aku memang sedang melaksanakan peraturan sekolah itu. Sebuah keharusan bagi para murid-murid SMK seperti aku ini. Sebagai salah satu ‘poin’ untuk dapat lulus Ujian Nasional nanti.
Hah.
Aku menghela nafas lelah. Pekerjaan dikantor tadi membuat seluruh persendian tulang dan otot ku menjadi seperti ini. Seperti ada menusuk-nusuk. Tapi aku merasa senang melakukan semua itu. Ya karna aku memang menyukai pekerjaan dan tempat dimana aku melaksanakan PKL.
Aku meletakkan kepala ku dibawah bantalan tangan yang kusilangkan. Menatap langit-langit kamar ku yang bertabur bintang. Hasil ulah iseng kakak ku. Tapi aku menyukainya. Indah sekali.
Mata ku terpejam untuk beberapa menit. Memberi jeda sebentar untuk otak ku beristirahat. Setelah hampir 10 menit, aku membuka mata. Dan hal pertama yang kulihat adalah sebuah tokoh gambar animasi komik Detective Conan. Salah satu tokoh yang menjadi favoritku dalam komik itu. Shinichi Kudo. Sosok remaja kelas dua SMA yang berperan menjadi seorang detektif hebat di kotanya. Gambar yang ku tempel dilangit-langit kamar ku. Aku tersenyum melihat gambar itu. Sebuah kenangan indah ada di dalam gambar itu.
Ya hanya sebuah gambar yang dibuat oleh tangan seseorang. Hanya sebuah gambar hitam putih. Karena digambar hanya dengan pensil.
Ah melihat gambar ini aku jadi mengingat seseorang. Seseorang yang dulu menjadi teman ku di e-mail. Tetapi Seseorang itu sekarang sudah menjadi pacarku. Hehe. Tapi ketika melihat gambar itu. Memori di otak ku kembali memutar adegan penyerahan gambar ini. Sebuah hal yang sampai sekarang sering membuatku tertawa sendiri bila mengingat kejadian itu.
Kejadian saat aku baru saja selesai melaksanakan MOS. Kejadian yang tak akan kulupakan sampai saat ini.
Aku tersentak kaget saat mendengar suara ringtone ponsel ku berbunyi. Membuat seliweran-seliweran adegan penyerahan gambar itu langsung hilang dari otak ku.
Kusambar ponsel ku yang tadi kulempar begitu saja. Senyum ku merekah melihat nama yang tertera di LCD ponselku itu.
^o^ Kak Raka ^o^
Begitu tulisan yang ada di LCD ponselku. Dengan cepat ku tekan tombol hijau yang ada di ponselku. Dan mendekatkannya ke telinga ku.
“hey sudah pulangkan?” sapanya dari sebrang sana.
Aku mengucrutkan bibir ku. Setelah mendengar sapaannya. Kebiasaan. Selalu tidak pernah menggunakan salam.
“iya” sahut ku malas-malasan. Mood ku jadi berubah.
Ia terkekeh mendengar sahutan ku. “jangan ngambek dong ade. Iya deh di ulang. Selamat sore de Eri. Sudah pulang kan?” ucapnya dengan diselingi tawa renyahnya. Tawa yang aku sukai.
Aku jadi tersenyum sendiri mendengar ia mengulang salam. Pasti ia tau kalau aku tadi mengucrutkan bibir. Pede sekali diriku.
“sore kakak. Iya sudah pulang” sahut ku berubah riang.
“halah dasar kamu ini. Pasti lagi mentengin hasil gambaran ku kan?” tebaknya
Tepat. Hah kenapa Kak Raka bisa tau. Haduh jadi malu ini.
Aku mendengar kalau disana ia tertawa. “ketahuan hahaha. Kangen ya sama aku” godanya seperti bisa membaca pikiran ku.
“nggak tuh” balas ku jutek
“yaelah jutek amat si eneng ini. Ngaku aja sih”
“oh tiddakkk bisa itu” ucapku didramatisir
“halah. Ya sudah sana mandi. Bau tau. Keciuman sampai sini” ucapnya dengan diakhiri tawa.
“eh masa. Sejak kapan hidung kakak bisa mencium aroma hingga berpuluh-puluh meter?” Tanya ku polos
DUG.
Aku bisa mendengar kalau sekarang pasti ia sedang melempar bola basketnya ke dinding.
“hei sejak kapan kalau seorang Erika Putri Prawijaya ini menjadi oon?” ucapnya gemas.
Aku tertawa mendengar ketika ia menyebutkan nama panjang ku dengan penuh penekanan. Eh tapi tunggu dulu. Apa tadi dia bilang? Aku oon? Enak saja.
“kakak” ucapku geram
“iya iya. Sudah sana mandi cepat. Nanti aku datang kerumah” perintahnya
“iya” sahutku dan menutup sambungan telpon.
Aku bangun dari tiduran ku. Melempar ponselku kesembarang tempat. Lalu menyambar handuk. Senyumku merekah lagi ketika melihat gambar hasil karya Kak Raka yang ku tempel tepat didepan pintu kamar mandi ku.
Ah ah aku jadi ingin cepat-cepat mandi. Dan bertemu dengan Kak Raka. Sudah satu bulan ini aku tidak bertemu dengannya. Karna kesibukkannya di Kampus. Dan sepertinya rasa rindu ku ke Kak Raka sedang membuncah hebat.
Oh ya aku juga jadi ingat bagaimana awal kami berdua saling mengenal. Dan sekali lagi hal itu membuat ku jadi tertawa sendiri.
Seperti ini ceritanya.
****
-ketika aku duduk di kelas 8 SMP-
Brakkkk
Aku membanting tas ku yang beratnya hampir 3 kg ini keatas meja. Tentu saja semuanya berisi buku-buku pelajaran ku. Setelah itu aku juga membanting diriku ke kursi ku. Dan langsung membenamkan wajah ku dikedua tangan ku yang ku silangkan diatas meja.
Mood ku sedang jelek, karena ulah Kak Gabriel yang pagi ini meninggalkan ku. Dan pergi kesekolah terlebih dahulu. Sehingga membuat ku harus pergi naik angkot. Dan hampir terlambat.
“pelan-pelan bisa kan” sebuah suara yang sudah familiar di telinga ku itu menegur ku.
Aku mengangkat kepala, lalu menengok kesebelah kanan ku. Tepat dimana teman sebangku ku yang menurut banyak orang ini ganteng, duduk dengan santai sambil focus membaca komik.
Aku membaca judul komik itu. “bleach Vol. 3”. Hah sudah berpuluh-puluh kali makhluk ini membaca komik itu. Akira Hattori. Itu namanya. Iya benar. Ia memang seorang keturunan jepang. Tetapi ia besar di Indonesia.
Aku hanya mendengus kesal ketika melihat wajahnya yang santai itu. Sepertinya ia melupakan janjinya kepada ku hari ini untuk menjemput ku.
Ck.
Aku mendecak kesal. Orang ini. Rrrrr
“kenapa ri?” Tanyanya bingung. Komiknya yang dibacanya itu dilempar begitu saja kedalam laci. Ia menggeser bangkunya dan menghadap kearah ku.
“hei kenapa?” tanyanya lagi seraya menjentikan jarinya tepat diwajahku. Membuatku tersadar dari lamunan ku.
“nggak kenapa-napa” sahutku jutek
“aneh” desisnya. “kenapa sih ri? Pagi-pagi sudah sensi aja” lanjutnya masih penasaran.
Aku memalingkan wajah. Kesal juga lama-lama kalau melihat wajah Kira yang polos itu.
“Eri” Kira mengguncang bahu ku. Membuat ku bertambah kesal.
“nggak papa” ucap ku kesal dan menepis tangan Kira.
Aku berdiri dan berniat pergi keluar kelas. Emosi ku tiba-tiba saja jadi ingin keluar. Entahlah. Tapi pagi ini mood ku benar-benar jelek.
“eri” Kira menarik lengan ku. Membuat ku kembali duduk. “cerita kenapa pagi-pagi gini?” lanjutnya
“tau ah. Urusin aja itu komik-komik mu. Lepas” aku menarik tangan ku.
“nggak mau. Jelasin dulu, kamu kenapa?”
Rrrr kenapa sih makhluk satu ini selalu memaksakan kehendaknya. “kamu” aku menujuknya. “lupa menjemputku, ingkar janji” ucapku tajam.
Kira melongo kaget. Jelek sekali ngekspresinya.
“kapan aku berjanji?” tanyanya bingung
Eh eh pake acara lupa segala lagi. Benar-benar ya Kira ini. Minggu lalu ia berjanji dan sekarang lupa. Dasar. Arghhh
“kapan?” ucap ku. “minggu lalu, kau berjanji”
“nggak ada tuh”
Hei seenaknya. Argh apa ia mengalami amnesia sesaat. Ia yang membuat janji. Ia juga yang lupa. Dasar pikun.
“siapa yang minggu lalu memohon-mohon ke aku seperti ini “Eri Eri cantik deh. Tolongin Kira ya. Tolong buatin Kira tugas Pak Riko. Ntar Kira bantu deh ngerjain tugas dari Bu Intan. Kira janji. Sekarang Kira lagi ada di lapangan futsal buat seleksi tim. Eri tolongin Kira ya. Minggu depan Kira jemput deh. Ya ya.” Ucap ku menirukan ucapan Kira saat itu. Dan tanpa kurang satu apa pun. Sama persis seperti waktu Kira menelponku minggu lalu.
Sekali lagi, Kira hanya melongo kaget. Dan kalian tahu. Wajahnya jadi berubah sangat jelek saat melongo seperti ini. Ia bertahan selama lima menit dengan ekspresi seperti itu.
Aku menghentakan kaki kesal. Karena tak ada reaksi apa-apa dari Kira. Lalu pergi meninggalkan Kira. Dengan tidak lupa membawa buku Fisika yang ku bawa terpisah. Karena pagi ini kelas pertama ku adalah pelajaran Fisika. Dan kami akan belajar di Lab.
Sementara Kira, Ia sama sekali tidak meminta maaf. Cowok macam apa tuh? Nyebelin.
Sampai didepan pintu, aku mendengar kalau Kira memanggil nama ku. Tetapi aku mengacuhkannya begitu saja. Dan tetap melenggang pergi ke Lab Fisika.

****
Kira menyodorkan bukunya ke depan wajah ku. Aku membaca tulisannya yang panjang-panjang dan rapi itu.
“Eri plis maafin aku dong. Ya ya. Maaf ya ri. Lain kali ga di ulangin lagi deh. Maaf ya Eri. Plissss :’(“
Aku hanya menghela nafas. Percuma. Aku tidak bisa marah begitu lama ke Kira. Jika melihat wajahnya yang bersungguh meminta maaf itu. Aku jadi luluh. Sejak tadi pagi aku mendiamkannya.
Aku mengembalikan buku Kira. Lalu mengangguk kecil disertai senyum. “iya, jangan diulangin lagi” ucap ku.
Aku bisa melihat kelegaan dari wajah Kira. “Makasih ya Ri. Aku janji nggak akan ulangin lagi” ucap Kira senang.
Setelah itu kami berdua focus kembali dengan pelajaran yang tengah diterangkan oleh Pak Hans mengenai cara penggunaan e-mail.
Kira kembali menyodorkan buku tulisnya. “kita pulang sama-sama” seperti itu tulisan yang ada di buku Kira. Aku kembali menganggukkan kepala.
Kami berdua sudah bersahabat sejak masuk sekolah ini. Tepatnya sejak aku yang saat itu pingsan ditengah-tengah lapangan saat Upacara. Dan Kira lah yang menolong dan membawa ku ke UKS. Dan sejak saat itulah kami mulai akrab dan bersahabat. Kami sama-sama nyambung saat mengobrol. Kesukaan kami sama. Dan semua tentang Kira aku mengetahuinya.
“nah anak-anak. Tadi sudah bapak jelaskan bagaimana cara membuat E-mail. Sekarang …” Pak Hans jeda sejenak. “bagi yang sudah memiliki e-mail. Silahkan tuliskan alamat email kalian di papan tulis. Dan bagi yang belum punya. Setelah ini kita buat bersama. Karena saya akan memberi kalian tugas mengenai pelajaran kali ini” jelas beliau.
Beberapa dari teman-teman ku yang sudah memiliki e-mail maju ke depan dan menuliskannya di papan tulis. Termasuk aku juga.
Setelah itu kami mulai membuat e-mail dan mendengar penjelasan-penjelasan dari Pak Hans hingga bell akhir pelajaran berbunyi. Tanda untuk kami pulang.
Aku dan Kira pulang bersama. Ya walaupun pulangnya dengan angkot. Tapi aku senang. Di sepanjang jalan Kira berceloteh panjang lebar mengenai seleksi tim futsalnya minggu lalu. Dan disini aku hanya bisa jadi pendengar yang baik.
“sudah selesai?” ucap ku saat Kira selesai bercerita. Kira hanya cengengesan sambil menggauk belakang telinganya.
“hehe. Maaf maaf aku berceloteh panjang lebar. Dah sampai ketemu besok. Hati-hati ya ri” Kira melambaikan tangannya dan berjalan masuk ke blok komplek rumahnya.
Ya kami berpisah di depan komplek. Rumah kami memang berbeda blok. Aku kembali melanjutkan jalan ke rumah ku. Yang masih ada 500 meter di depan sana.
****
“ade”
“ade”
“ERI”
“Hoy Eri turun dulu dong”
Aku mendengar Kak Gabriel memanggil ku sampai 4 kali. Tapi aku sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas. Sehingga ku acuhkan begitu saja.
“Eri turun dulu dong ah. Kamu nggak pingsan kan disana? Ada email masuk untuk mu nih” Kak Gabriel berteriak heboh dibawah sana. Mengganggu saja. Berteriak-teriak seperti tinggal di hutan saja.
Untung mama dan papa sedang tidak ada di rumah. Kalau ada Papa, mungkin mulut Kak Gabriel itu sudah disumpal dengan koran.
“iya sebentar” sahut ku. Ku tutup buku tugas Matematika ku. Dan lari gedubrukan ke bawah. Ku lihat Kak Gabriel yang sedang tengkurap di hambal hangat di ruang keluarga.
“apa sih kak? Berisik tau ga teriak-teriak kayak gitu. Seperti tinggal di hutan saja” ucap ku seraya duduk di sebalah Kak Gabriel.
“liat nih” kak Gariel menunjuk email yang baru saja masuk. Ya email itu memang ditujukan kepada ku. Tapi dari siapa ya?
“buka kak”
Kak Gabriel mengklik mouse beberapa kali di taskbar Yahoo milik ku. Mata kami bregerak ke kanan kiri. Membaca isi email itu.
Dan di akhir isi e-mail itu. Mata ku terbelalak. Yang benar nih? Aaaaa senangnya. Gambar yang waktu itu ku buat. Dan dikirim oleh kak Gabriel ternyata masuk dalam 5 gambar favorit juri. Woho senangnya.
“kak. Beneran nih?” Tanya ku masih belum percaya.
Kak Gabriel menoleh ke kanan, tempat aku duduk. Matanya itu berbinar-binar bahagia.
“beneran. Serius. Yeee menang” kak Gabriel berteriak heboh.
“yeee. Menang. Menang. Makasih ya kak” aku langsung memeluk Kakak ku ini. Senang banget rasanya. Ternyata tidak sia-sia aku begadang dua malam untuk menyelesaikan lima gambar itu.
“ah lepas. Sesek nih” Kak Gabriel meronta minta dilepas.
Aku mengucrutkan bibir. Ih nyebelin banget sih nih kakak satu. Lagi happy ini. Eh malah ngerusak suasana.
“kakak ih” aku melepas pelukan ku. Dan duduk menjauh dari kak Gabriel.
Bukannya membujuk ku. Kak Gabreil malah tertawa ngakak. Emang apanya yang lucu coba? Dasar aneh.
“udah udah ah. Ambil kartu pelajar sama nomor peserta mu sana. Sekalian bawa juga mesin scanner di kamar kakak” perintahnya masih dengan diakhiri tawa.
“berat. Kakak aja yang ambil sana mesin scannernya” tolak ku tidak setuju.
“ah ambil sana. Nggak kakak bantuin kirim nih” ancamnya.
Huh dasar kakak kurang ajar.
“iya” aku berdiri dan naik lagi keatas mengambil kartu pelajar dan nomor peserta lomba ini. Dan setelah itu mengambil mesin scanner dikamar kak Gabriel.
Duh berat juga ini mesin scannernya. Sialan kak Gabriel ini. Keluh ku dalam hati.
“nih” aku menaruhnya disebelah kak Gabriel.
Setelah itu kami berdua sibuk mengurusi registrasi ulang untuk lomba ini. Mengirim gambar ulang. Mengirmkan biodata dan segala yang diperlukan. Hingga mama dan papa pulang, kami berdua baru selesai mengurusi ini.
Iya, dua minggu yang lalu. Ada sebuah perlombaan menggambar tokoh kartun. Dan waktu itu Kak Gabriel yang mendaptkan brosur lomba langsung menyerahkannya ke aku. Dan dua malam berikutnya aku denagn ditemani kak Gabriel mulai menggambar lima gambar sesuai peraturan lomba itu.
Ya aku memang suka dunia gambar-menggambar. Melukis juga aku bisa. Tetapi belum sehandal dan sebagus lukisan kak gabreil.
Ah besok pagi aku harus memberitahu Kira. Agar ia tidak lagi mengejek ku, karena kesukaan ku akan menggambar manga.

****
Ternyata hari ini Kira tidak turun sekolah. Tadi pagi ayahnya mengantarkan surat izin. Kira sekeluarga akan pergi ke Jepang selama seminggu. Kakek Kira yang tinggal disana sedang sakit.
Jadi selama seminggu ke depan aku tidak akan bertemu Kira. Yah sedih deh.
Sekarang aku sedang menunggu kak Gabriel menjemput ku. Tadi malam ia berjanji akan menjemputku sekolah. Karena hari ini kami berdua akan ke tempat lomba waktu itu. Untuk mengambil Piala dan piagam penghargaan.
Entahlah kenapa kami harus mengambil sendiri. Pengumuman pemenangnya juga dikirim ke alamat email masing-masing peserta lomba.
Ternyata kak Gabriel tidak datang sendiri. Ia bersama kedua temannya. Tapi salah satu dari teman kak Gabriel itu aku tidak mengenalnya. Tepatnya belum pernah melihatnya. Kalau yang satunya aku kenal. Ia Kak Rio. Sahabat kakak ku sejak kecil.
“hei” kak Gabriel menjentikkan jarinya didepan wajah ku.
“eh iya”
“ayo berangkat. Ngelamun aja” kak Gabriel menarik tangan ku. Dan membawa ku ke tempat dimana motornya diparkirkan.
“hai Eri” sapa kak Rio.
“hai kak. Lama nggak ketemu” balas ku disertai dengan senyum.
“iya nih. Maklum orang sibuk” kata Kak Rio sok.
Kakak yang duduk di beaekang kak Rio. Yang sekarang sedang di bonceng oleh Kak Rio langsung menjitak kepala Kak Rio setelah KakRrio berbicara seperti itu.
“gaya mu” ucap kakak itu.
Kak Rio hanya bersungut-sungut menanggapi ucapan temannya. Sementara Kakak yang duduk dibelakang Kak Rio itu, mengulurkan tangannya kearah ku.
“hai, nama mu Eri ya. Cantik. Salam kenal ya. Saya Raka” ucap kakak itu yang ternyata bernama Raka. Orang tinggi, putih dan menggunakan kacamata.
“gombal” sahut kak Rio.
“hai kak. Eri. Salam kenal juga” aku menyambut uluran tangan kak Raka itu.
“sudah sudah. Ayo berangkat” ucap kak Gabriel.
Kami berempat langsung menuju tempat lomba itu. Ternyata Kak Raka juga ikut lomba menggambar ini. Dan hasil gambarnya bagus banget. Aku suka dengan salah satu gambar Kak Raka.
Dan satu lagi, Kak Raka memberikan gambar yang ku suka itu ke aku. Ah senangnya. Mungkin karena mata ku tidak lepas memandangi gambar kak Raka itu. Jadinya ia memberikan kepada ku. Hihihi pede sekali diri ku :p
Setelah itu kami berempat pulang ke rumah masing-masing. Hari ini aku senang sekali. Makasih buat Kak Gabriel yang sudah membantu. Dan untuk Kak Rio dan Kak Raka juga.
Kalau aku mengucapkan itu di depan Kak Gabriel. Bisa besar kepala dia. Hahaha.

****

Dua minggu setelah aku mengambil piala dan piagam itu. Suatu malam, dimana aku sedang di rumah sendirian. Ada email yang masuk. Dan email itu ditujukan ke aku.
Isi e-mail itu adalah ucapan kagum dari seserorang akan hasil gambaran ku. Aku yang saat itu sedang dalam keadaan badmood karena Kira langsung senang.
Oh ya satu lagi. Hubungan ku dengan Kira sekarang sedang tidak baik. Bukan salah ku sih. Tapi saat Kira pulang dari Jepang, dikelas kami kedatangan seorang siswi baru. Bernama Annalise. Dan kalian tahu.
Mata Kira selalu berbinar bahagia jika menatap Annalise. Sepertinya Kira menyukai gadis itu. Dan itu membuat ku agak sedikit jengkel. Entah lah kenapa tapi aku tidak suka jika annalise nimbrung saat aku dan Kira sedang bercanda.
Huh menyebalkan kan. Sahabat ku seperti diambil oleh orang lain.
Okey kembali ke gambar ku.
Ternyata hasil gambar ku ada juga yang menyukai. Dan mulai dari malam itu. Aku dan pengirim email itu. Sering berbalas-balasan mengirim email.
Yang ku tahu. Si pengirim email itu adalah salah satu peserta lomba itu juga. Kesan ku terhadap pengirim email itu adalah. Ia seorang yang baik.
Tetapi ia tidak mau mengenalkan dirinya. Jadinya jika sedang membalas email dari dia. Aku memenggilnya dengan sebutan “kakak”. Biarlah. Tak apa.
Hari ini pun ia juga mengirimkan email ke aku. Dan yang membuat ku bingung. Ia selalu tau tentang keadaan sehari-hari ku. Mungkin ia fans ku kali ya. Hahaha
Seperti ini isi emailnya.

“hai lil fairy (ia memanggil ku seperti itu). Selamat ya. Aku dengar kamu menang dalam lomba lukis di sekolah mu. Wah bagi-bagi kebahagian dong. Hahaha :D”

Tuh kan benar. Ia tau kalau aku menang lomba melukis. Tau dari mana coba?
Ya ya disekolah ku memang ada sebuah perayaan. Dan diperayaan itu diadakan lomba untuk beberapa kategori. Dan aku ikut lomba lukis.
Entah lah tau dari mana ia. Nggak penting. Batin ku.
Aku langsung membalas email darinya.

“wah kakak paranormal ya? Kok tau sih aku menang lomba? Atau kakak fans ku ya? Hahaha. By the way. Makasih ya kak hehe (:”

Send. Dan email itu pun terkirim. Tidak sampai lima menit ia juga langsung membalasnya. Mungkin sekarang ia juga online.

“wah kok kamu tau? Iya kakak paranormal. Titisan Ki Joko Bodo. Hahaha. Yup sama-sama. Makan-makan dong (?) ting-ting *phupy eyes* :p”

Aku yang membacanya langsung tertawa. Ada-ada saja sih orang ini. Jari-jari ku menari di atas keybord computer. Membalas emailnya.

“wih bahaya nih. Ntar di apa-apain lagi. Hih takut. Wooo maunya gratisan. Makan angin aja yak? Hahaha :p”

Aku membalasnya. Kemudian email darinya masuk kembali.

“waduh makan angin. Ntar kembung nih kakaknya hahaha”

Setelah itu kami asik berbalas-balasan email. Sampai Kak Gabriel datang dan mengganggu ku.


****


Hari ini hati ku sakit sekali. Setelah kedatangan Annalise itu. Sikap Kira terhadap ku berubah. Ia jadi sering membanding-bandingkan ku dengan Annalise. Dan hari ini. Kira dengan penuh semangat meminta bantuan ku untuk membantunya menembak Annalise menjadi pacarnya.
Sudah setahun Kira melakukan pendekatan ke Annalise. Ya sekarang kami berdua sudah naik ke kelas 9.
Argghhh kenapa jadi seperti ini. Aku tidak rela jika Kira menjadi milik orang lain. Aduh aduh aku kenapa sih? Errr entahlah. Sepertinya aku menyukai Kira.
Tau ah gelap.
Aku pulang dari sekolah dengan mata merah karena menahan tangis. Tadi untuk pertama kalinya sejak aku bersahabat dengan Kira. Ia membentak ku, karena aku kelepasan bicara kepada Annalise tentang kebiasaan jelek Kira.
Menyebalkan. Dasar Kira aneh. Errrr
Saat aku membuka pintu gerbang rumah. Aku melihat dua motor yang terparkir rapi di garasi rumah ku. Oh ada kak Raka dan Kak Rio toh.
“Eri pulang” ucap ku sambil menenteng sepatu. Di ruang keluarga ku lihat ada Kak Gabriel, Kak Raka dan Kak Rio yang asik belajar bareng dengan diselingi canda. Dan satu lagi ada seorang gadis ditengah mereka.
Kalau dilihat-lihat cantik juga. Mungkin dia pacar dari Kak Rio atau Kak Raka. Eh atau juga pacar dari Kak Gabriel? Ah tau ah. Pusing.
“hei sini dulu Ri” Kak Gabriel melambaikan tangannya memanggil ku.
“apa kak?” Tanya ku sesampainya di tempat Kak Gabriel. Bukannya menjawab, Kak Gabriel malah melihat ku. Dari atas hingga bawah. Seperti sedang mengamati buronan saja.
“apa kak?” Tanya ku lagi.
“kenapa tuh mata? Habis nangis ya. Kenapa? Ada masalah?” Tanya Kak Gabriel berturut-turut
oh ternyata Kak Gabriel mengamati ku itu, karena melihat mata ku yang merah. Aku mengedarkan pandangan ku. Tiga kakak-kakak di depan ku ini, sedang melihat ku toh. Tapi tatapan Kak Raka agak sedikit berbeda. Entah lah. Aku tak tahu.
Aku menggeleng. Tetapi sepertinya membuat Kak Gabriel kurang puas.
“beneran nggak ada masalah?” Tanya kak Gabriel lagi.
“nanti aja kak. Eri mau ganti baju. Duluan kak” pamit ku. Tetapi kak Gabriel malah menarik tangan ku.
“kenapa?” tanyanya.
Rrr kenapa sih? Mau tau aja. Kan malu kalau aku harus cerita dengan Kak Gabriel didepan teman-temannya.
“Kira kak” bisik ku agar kakak-kakak yang lain tidak mendengar.
“kenapa sama Kira?” suara kak Gabriel keras sekali.
Hadoh kenapa juga ini kak Gabriel? Kakak-kakak yang lain jadi melihat kearah ku kan. Dasar.
“dia nembak annalise. Sudah ah. Eri mau ke kamar” pamit ku dan langsung berlari ke kamar. Membuat kakak-kakak yang lain memndang ku bingung.
“bentar ya” aku mendengar kak Gabriel meminta izin ke teman-temannya.
Ternyata Kak Gabriel mengejar ku dan sekarang ia duduk di atas tempat tidur ku. Aku yang tidak tahan ditatapnya dengan tatapan seperti itu. Akhirnya menceritakan semuanya ke Kak Gabreil. Dan jung-ujungnya air mata ku jatuh juga.

****

Malam ini si pengirim email itu, mengirim aku email lagi. Dan lagi-lagi dia tau kalau aku sedang patah hati.

“malam lil fairy. Aku tau kamu lagi sedih. Hayo hayo jangan sedih dong. Coba lihat keluar. Malam ini bintangnya sedang banyak”

Aku menurutinya dan pergi keluar kamar. Berdiri didepan balkon dan mendongak ke atas. Melihat langit malam. Tepat. Malam ini bintangnya memang banyak sekali.
Hei kenapa ia tau kalau aku sedang sedih ya? Aku yang merasa cukup puas melihat bintang. Kembali lagi masuk. Dan membalas email dari kakak itu.

“hah? Kakak kok tau sih? Sebenarnya kakak siapa? Kok tau semua tentang Eri. BTW thanks banget kak :D bintangnya indah”

Akhir-akhir ini jadi semakin penasaran dengan kakak itu. Aku sering melontarkan pertanyaan tentang siapa dia. Tapi dia selalu tidak mau memberitahu ku.
Diakhir isi emailnya. Ia hanya menuliskan. “kamu akan tau aku, setelah kamu masuk SMA”
Nah loh aneh kan? Membuat ku sering berpikir keras.

Ting. One email.

Aku membukanya. Mulut ku ternganga kaget. Lagi-lagi ia tidak mau memberi tahu.


“ada deh. Hahaha kamu juga akan tau sampai waktunya tepat. Hei kamu lupa ya. Kan kakak paranormal hahaha :p. So keep smile lil fairy. Didunia ini bukan hanya Kira saja laki-laki yang baik. Suatu saat nanti Kira akan sadar kok. Senyum dong (: . Kakak kasih permen deh *nih* *nyodorin permen*”

Seperti itu isi emailnya. Hah aku jadi bingung sendiri. Mungkin dia sosok yang dikirim Tuhan untuk menghibur ku.
Oh ya, sejak hubungan persahabatan ku dengan Kira. Aku jadi sering curhat dengan kakak ini. Dan disetiap balasan emailnya. Ia selalu memberikan kata-kata penyemangat untuk kju.

“hadoh pelit amat cuman permen doang. Nggak mau. Maunya es krim (?) hahaha. Ish kakak mah sok sokan rahasia  ayolah kasih tau Eri”

Bujuk ku. Tetapi ia tetap tidak mau memberi tahu ku. Aku tidak membalas email terakhir darinya. Rasa kantuk menyerang ku begitu saja. Aku ketiduran.

****
Ya tuhan. Hari ini aku benar-benar shock. Tadi di sekolah. Aku hampir ditampar oleh kakak kelas. Hanya karena terlambat beberapa detik masuk kedalam kelas MOS.
Dan aku tidak tau salah ku dimana dengan kakak kelas itu.
Untung saja ada Kak Gabriel yang datang menolong ku. Dan saat tadi itu. Pertama kalinya aku melihat kak Gbriel marah besar. Mengerikan.
Ya ya. Sekarang aku sudah kelas Satu SMk. Yeah berarti sebentar lagi si kakak pengirim email itu akan memberi tahu ku identitas aslinya.
Hubungan ku dengan kakak pengirim email itu semakin hari semakin baik saja. Tetapi sejak satu bulan yang lalu, ia hanya mengirim email dua hari sekali. Tidak seperti biasanya. Yang setiap malam selalu mengirim ku email.
Dan kalian tahu tidak? Walaupun aku tidak pernah bertemu dengan kakak itu. Aku menaruh sebuah perasaan ke kakak itu.
Perhatian yang lebih. Sikapnya yang dewasa . Kata-kata penyemangatnya yang selalu ada di saat aku membutuhkan penghibur. Sifatnya yang penuh canda. Selalu bisa membuat ku tertawa. Mengembalikan senyum ku.
Dan terakhir adalah. Tindakannya (walaupun hanya lewat kata-kata) saat mengjibur ku. Ketika aku bercerita tentang Kira yang lebih memilih melanjutkan sekolah ke Jepang bersama Annalise. Tanpa pamit sedikit pun ke aku.
Huaaaa sedih banget rasanya. Tetapi saat itu juga. Email penyemangat dari kakak itu datang. Dan membuat ku agak terhibur.
Dan malam ini. Kembali kakak itu mengirim email. Dan isi emailnya itu. Membuat ku terlonjak kaget.
Dengan perasaan campur aduk. Aku membaca ulang isi pesan darinya.

“malam Eri. Sesuai janji kakak. Sekarang kamu sudah kelas Satu SMK. Kamu boleh tahu siapa kakak sebenarnya. Dan maaf jika selama ini kakak nyembunyiin identitas kakak. Dan maaf juga. Bila kakak sudah mengganggu mu.
Besok sore. Di taman kota dekat SMP mu jam empat sore. Kita bertemu. Pakailah pakaian berwarna biru. Dan topi putih. Deal? Aku akan memakai pakaian berwarna sama dengan mu. Dan memakai topi putih juga.
Tidak usah membalas email ini. Karena aku yakin. Kamu akan datang. Good night dan have a nice dream lil fairy (:”

Huaaaa aku melonjak-lonjak di atas tempat tidur. Besok sore. Besok sore. Aku akan bertemu dengan penyemangat ku ini. Huaaa nggak sabar.
Sebentar. Sebentar. Aku kenapa ya? Jantung ku berdetak tak karuan. Seperti habis lari marathon dag dig dug seperti ini. Sedikit semburat merah juga muncul dikedua pipi ku. Aku kok jadi merasa malu ya?
Hei what happen with me? Hadoh kacau ini. Apa aku beneran menyukai kakak pengirim email ini?
Malam ini aku tidak bisa tidur dengan tenang. Tak tahu kenapa? Tapi besok sore aku akan bertemu dengan kakak pemberi semangat itu.

****

Yak sekarang aku sudah menunggu kakak itu. Sesuai dengan yang ia suruh. Aku memakai kaos berwarna biru. Celana jeans dan topi putih. Rambut panjang ku. Ku ikat tinggi.
Sudah hampir 20 menit aku menunggu. Tetapi sejak tadi aku tidak melihat satu orang pun yang menggunakan pakaian yang sama dengan ku.
Apa kakak itu berbohong ya? Tapi tidak mungkin. Dua tahun aku berteman dengannya di dunia maya. Ia tidak pernah berbohong.
Aku menengok ke kanan dan ke kiri. Tetapi tetap saja tidak ada orang yang memakai pakaian yang sama dengan ku.
Yang ku lihat malah kak Raka. Eh siapa tadi Kak Raka? Loh sedang apa dia di tempat ini?
Tunggu tunggu. Baju Kak Raka. Hah? Aku melongo kaget. Ini memang kebetulan saja atau apa ya?
Kak Raka memakai baju lengan panjang. Dan celana jeans biru. Dan yang tidak lupa. Topi putih. Trus ada sesuatu yang dibawanya di tangan kanannya.
Apa ya itu?
Aku melaimbaikan tangan seraya menyerukan namanya.
“kak Raka”
Aku bisa melihat kalau ia agak sedikit gugup. Wah awah kenapa ya?
“hai kak” sapa ku riang
Ia hanya mengangguk kecil. Disertai dengan senyum kikuk.
“hai. Ngapain? Sendirian aja?” tanyanya
“lagi nunggu orang. Kakak ngapain kesini? Bawa apa itu kak?” aku menunjuk sesuatu yang ada ditangannya. Sebuah gulungan kertas panjang.
“hmm itu. Nunggu teman” jawabnya gelagapan.
Aku hanya membulatkan mulut ku. Nunggu teman toh? Eh kok sama ya dengan ku.
“wah kak. Baju kita sama nih. Sehati nih kak” ucap ku sambil tertawa.
Kak Raka melihat ku dari atas hingga bawah. Lalu tersenyum kecil.
“cantik” gumamnya
Eh apa tadi. Siapa yang ia bilang cantik. Aku kah?
“siapa nih kak yang cantik? Kalalu Eri mah emang cantik” aku cekikikan sendiri.
“kamu cantik” ucap kak Raka mantap.
Eh? Aku terdiam dan memperhatiakn Kak Raka dengan seksama. Kenapa lagi nih dengan Kak Raka?
“eri”
“ya” sahut ku
“maaf” ucap Kak Raka lirih
Hah? Maaf untuk apa. Kak Raka tidak pernah membuat salah ke aku. Trus untuk apa ia meminta maaf. Aku hanya mengerutkan kening bingung.
“maaf untuk apa?” Tanya ku
“maaf untuk dua tahun ini. Maaf kakak nggak pernah ngaku. Kakak yang suka kirimin kamu email. Dan kakak tahu semua tentang kamu dari Gabriel” ucap Kak Raka yang membuat ku seketika itu juga menatapnya tak percaya.
Apa tadi? Hah? Dia yang dua tahun ini selalu mengirim ku email. JDEEERRR… seperti ada petir menyambar telinga ku.
“hah? Hahaha kakak bercanda ya?” tebak ku
Ia menggeleng. “nggak. Kakak serius. Kakak yang sering panggil kamu dengan sebutan ‘lil fairy’ “ ucap kak Raka
What? Jadi beneran nih. Wah wah kok bisa ya?
“serius?” Tanya ku masih tak percaya
Ia mengangguk “maaf ya” lirihnya sambil menunduk
“kenapa kak?” Tanya ku.
Aku ingin tau kenapa selama dua tahun ini. Ia tidak pernah mau memberi tahu ku. Bukan kah setiap ada tugas ia selalu ke rumah dan mengerjakan bersama Kak Gabriel. Dan setiap di rumah pun aku selalu mengobrol dan bercanda bersamanya.
“karena kakak suka kamu”
APA? BOHONG NIH KAYAKNYA
Tiba-tiba saja aku sudah memasang wajah cengo. Jangan kalian bayangankan wajah ku saat ini. Jelek sekali.
Hah yang benar saja.
“kak nggak bercanda kan?” Tanya ku kaget
“nggak. Kakak nggak bohong. Setiap Gabriel bercerita tentang mu. Kakak merasa tertarik. Dan saat kita bertemu waktu itu. Kakak sudah menyukai mu. Kamu yang selalu ceria dan energik. Kemampuan gambar mu yang bagus. Sikap mu yang ramah” ia menghela nafas lalu melanjutkannya. “kakak suka dengan semua yang ada di diri Eri. Dan ketika kamu cerita mengenai Kira. Kakak seperti tidak rela melihat mu sedih. Dan satu lagi. Kakak adalah seorang yang takut mengungkapkan ini semua ke kamu secara langsung” jelasnya panjang lebar.
Untuk beberapa saat aku terdiam. Berusaha mencerna semua yang ada. Kata-kata kak Raka.
“kenapa baru sekarang kak?” Tanya ku
“kamu tau kakak mu kan. Gabriel nggak ngijini kamu untuk dekat dengan cowok manapun kan selain Kira. Kakak takut kalau mendekati mu secara langsung. Kakak takut kalau Gabriel menjauhi kakak” ungkapnya.
Oh sekarang aku mengerti. Memang benar Kak Gabriel tidak pernah mengijin kan ku untuk dekat dengan teman laki-laki ku yang lain. Kak Gabriel sedikit over protektif terhadap ku.
“tapi kenapa kakak nggak pernah mau kasih tau Eri saat Eri Tanya kakak siapa?” Tanya ku masih penasaran.
Bukannya menjawab, Kak Raka malah tersenyum.
“hehe rahasia. Kakak Cuma mau bikin kamu bingung” ucap nya di akhiri tawa.
Wah dasar nih orang. Dua tahun membuat ku bingung tujuh keliling. Sekarang ia hanya menjawab seperti itu.
“sekali lagi maaf ya” kata Kak Raka.
Aku menggeleng. “nggak, kakak nggak usah minta maaf. Seharusnya Eri yang bilang makasih ke kakak. Berkat email-email dari kakak. Eri seperti punya penyemangat sendiri” ucap ku.
Aku bisa melihat kelegaan dari wajah Kak Raka. Ia tersenyum dan mengacak-ngacak puncak kepala ku.
“ih berantakan tau”
Ia hanya tertawa saja. Seraya membetulkan letak kacamatanya. Kak Raka menyodorkan gulungan kertas yang dibawa olehnya.
“nih. Untuk mu. Hadiah dari kakak” ucap nya
“apa nih kak?” Tanya ku penasaran
“buka aja”
Aku langsung membukanya setelah Kak Raka selesai bicara. Wow. Mata ku berbinar-binar. Ternyata sebuah gambar Shinichi Kudo berukuran A3. keren sekali.
“wow. Bagus kak. Makasih ya” ucap ku senang. Kak Raka hanya menganggukan kepalanya.
“Eri” panggilnya. Aku menolehkan kepala ku.
“ya?”
“boleh kakak Tanya satu hal?” ucap Kak Raka tiba-tiba serius
“silakan”
“kakak suka kamu. Jadi apa kamu mau jadi pacar kakak?” ucap Kak Raka tiba-tiba dan to the point.
Waduh aku ditembak sama Kak Raka. Hei apa tadi? Ia meminta ku untuk menjadi pacarnya.
“hah? Kakak beneran nih?” Tanya ku polos
“iya. Jadi kamu mau?”
Aaaa aku memang menyukai orang pengirim email itu. Dan setelah tau kalau orang itu Kak Raka dan sekarang ia menembak ku. Aku jadi bingung. Gimana ya?
“maaf kak, bukan maksud Eri nggak nerima permintaan kakak. Tapi Eri belum tau siapa kakak. Yang Eri kenal selama ini. Adalah seorang kakak pemberi semangat melalui email. Jadi Eri kira kakak bisa ngerti. Kita temanan aja ya kak” tolak ku halus. Haduh aku jadi tidak enak nih.
Kak Raka tersenyum kecil. “nggak papa. Ini salah kakak juga. Kakak terlalu pengecut. Oke kalau Eri mau begitu. Kita temanan” Kak Raka menyodorkan tangannya ingin bersalaman.
“makasih kak” aku menyambut uluran tangan itu.
Ya ini keputusan ku. Aku tidak bisa menerima Kak Raka begitu saja. Biarlah perasaan ku ini berkembang menjadi lebih besar. Aku ingin mengenal Kak Raka lebih jauh. Bukan melalui dunia maya. Bukan melalui email. Tetapi melalui dunia nyata. Ya seperti sekarang ini.
“haha. Oke oke. Tunggu sini ya. Sebentar aja. Jangan kemana-mana” ucapnya. Dan melesat pergi entah kemana.
Aku membuka lagi gulungan kertas tadi. Memandangai gambar pemberian Kak Raka. Detail dan benar-benar teliti. Bagus sekali. Kak Raka memang berbakat.
Aku membaca sebuah tulisan kecil yang ada di pojokan gambar.
“for my lil fairy. Keep smile (:”
Itu tulisannya.
Hah ia memang berbeda. Mungkin mulai dari detik ini. Aku mencoba menyukai Kak Raka yang ada di dunia nyata. Yang sekarang ada di depan wajah ku.
Sosok kakak yang baik. Si kacamata yang baik. Hahaha. Mungkin itu julukan ku untuknya.

****
Gimana? Aneh ya jalan cerita cinta ku dengan Kak Raka. Tetapi sekarang aku begitu mencintai Kak Raka.
Kak Raka yanga ada di depan mata ku. Bukan lagi kakak pemberi semangat melalui email. Hahha
Oh ya. Kami berdua tetap masih saling mengirim email. Kata Kak Raka. Kami berdua saling kenal melalui media itu. Dan ia tidak mau menghentikannya.
Aneh kan. Tapi aku senang-senang saja melakukannya.
“Eri hoy. Turun. Nih pujaan hati mu menunggu” teriak Kak Gabriel
Lagi-lagi kakak ku yang satu itu. Selalu saja berteriak. Mungkin ia ingin seperti tarzan. Berteriak heboh di dalam rumah. Dasar
“iya” sahut ku.
Aku menutup pintu kamar. Ditangan ku sekarang ada sebuah gulungan kertas untuk Kak Raka.
Hadiah untuk nya. Karena kemampuan gambar ku sekarang sudah meningkat. Hehehe
Aku turun kebawah. Ternyata disana ada Kak Rio juga dan pacarnya. Wih wih rame nih.
“nah tuh orangnya. Dikirain tadi pingsan” ejek Kak Gabriel.
Aku memandangnya kesal. Ku lemparkan saja majalah yang ada didekat Kak Gabriel.
“berisik tau nggak sih. Mau ngalahin tarzan teriak-teriak terus” ucap ku galak.
Kak Gabriel mengelus-elus kepalanya yang terkena lemparan ku. Sedangkan Kak Raka, Kak Rio dan pacar Kak Rio serta pacar Kak Gabriel menertawakannya.
Kak Raka berdiri dan menghampiri ku. Ia langsung memeluk ku. Lalu mengacak-acak rambut ku. Kebiasaan bila bertemu dengan ku.
“hai. Kangen nggak nih?” Tanya nya pede
Aku menggelengkan kepala. Ia cemberut.
“iya kangen kakak. Nih” aku menyodorkan gulungan kertas ku.
“apa?” tanyanya
“buka aja”
Ia membuka gambar itu. Aku bisa melihat kalau matanya berbinar saat melihat isi kertas itu. Hanya sebuah gambar tokoh kesukaannya di komik Detective Conan. Ya kami berdua memang menyukai komik itu.
“makasih ya. Bagus. Sudah pintar nih sekarang” godanya
Aku hanya cengengesan di goda seperti itu. Tiba-tiba saja dengan gerak cepat. Ia mencium pipi kanan ku. Membuat ku terdiam kaget.
Sementara Kakak-kakak yang lain hanya menatap kami kaget. Hal pertama yang kusadari adalah. Suara Kak Gabriel menggelegar hebat. Dan mengejar Kka Raka yang kabur.
“wooo raka. Cium-cium seenaknya. Sini kamu” kejar Kak Gabriel. Sedangkan Kak Raka hanya tertawa-tawa saja dikejar oleh kak Gabriel.
Sedangkan aku. Diam dan tidak bereaksi. Seperti ada setrum yang menyengat ku. Aku meraba pipi ku yang di cium kak Raka. Haduh jadi malu ini.
Kami menghabiskan malam ini dengan berbagi cerita masing-masing. Dan disela-sela kami bercanda. Kak Raka membisikan sesuatu kepada ku.
“I love you my lil fairy. Don’t be sad. Keep smile. Karena aku selalu ada untuk mu” ucap nya. Membuat semburat merah muncul di kedua pipi ku.
Seperti itu lah kisah perkenalan kami berdua (aku dan Kak Raka). Aneh memang. Tapi ya seperti itulah adanya.

Membingungkan

Kacau. Membingungkan. Semuanya membingungkan. Iya. Aku menghadapinya jadi bingung sendiri. Nggak serta merta merasa senang diber...