Kamis, 17 Februari 2011

Briecal Bab 1

BAB 1



Gadis kecil dengan lesung pipit itu sesegukkan dipelukan kakak laki-lakinya. Ia tidak mau melepas pelukan ini. Ia tidak mau kakaknya pergi meninggalkannya. Ia tidak mau ditinggal sendirian.
Kakaknya mengusap lembut rambut gadis kecil itu. Berusaha meredakan tangisnya. Adik kecilnya yang sebentar lagi akan ditinggal jauh. Ya kakaknya ini akan pergi ke London untuk melanjutkan sekolanya. Kakaknya mendapat beasiswa selama 2 tahun disana.
“Ery udah ya. Cup. Jangan nangis terus. Jelek tau kalau Ery nangis” bujuk kakaknya lembut sambil menepuk-nepuk kepala Ery. Ya, Gadis kecil itu bernama Ery.
Ery menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau ditinggal. Tidak mau kakaknya pergi. Tidak mau segalanya. Cuma satu yang dia mau. Kakaknya tetap disini. Dirumah. Disampingnya. Memeluknya tanpa harus dilepas.
Briel(nama kakak Ery) menghela nafas berat. “ayo dong Ery. Kakak kan disana mau sekolah. Kakak kan mau jadi musisi hebat. Biar nanti kakak bisa main piano sambil nyanyi untuk Ery. Ery mau kan liat kakak main piano sambil nyanyi?” jelas briel panjang lebar untuk kesekian kalinya.
Ery mengangguk pasrah. Keputusan kakaknya ini sudah tidak bisa diganggu gugat lagi. Karena bagi kakaknya beasiswa ini penting sekali. Sudah sejak lama kakaknya menginginkan ini.
Briel tersenyum lega. Akhirnya setelah beberapa hari membujuk Ery. Adiknya ini mau mengerti juga. Sebenarnya bagi briel sendiri, ia enggan untuk meninggalkan Ery. Adik kecil yang begitu disayanginya. Malaikat kecil dari Tuhan yang selalu ada disisinya kapan saja.
Tapi mau bagaimana lagi. Beasiswa yang sudah diperjuangkannya sekarang sudah didapatkannya. Mau tidak mau briel harus berangkat. Nggak mungkinkan suatu saat ia akan mendapatkannya lagi? Seandainya dilepaskannya begitu sja beasiswa ini. Perbandingnya 1: 1000.
Briel mencium kening Ery lama. Mengucapkan terima kasih yang tulus.
Ery mengangkat kepalanya. Kepalanya yang sedari tadi terbenam dipelukan kakaknya. Dia mengusap air matanya dengan tangan mungilnya. Hidung dan matanya merah karena terlalu lama menangis. Kantung matanya juga jadi sedikit besar karena sembab.
Calvin* kakak laki-lakinya yang kedua menatap Ery sedih. Ada rasa sakit didadanya. Pasalnya beberapa bulan lagi dia juga akan pergi ke Korea. Untuk menerima hasil dari jerih payahnya selama ini. Hasil dari latihan berbulan-bulan. Hasil dari setiap tetes keringat dan air matanya. (* re: kalvin)
Calvin ke Korea untuk melanjutkan kendo tingkat lanjut disana. Sebuah seni beladiri asal Jepang. Ia memenangkan beberapa pertanding kendo tingkat internasional. Sehingga dari pihak klub kendonya, mengirimkannya ke Korea untuk mendapatkan ilmu yang lebih banyak. Agar kelak dia bisa menjadi atlit kendo professional.
Calvin sedih jika membayangkan Ery yang menangis untuk dirinya. Sekarang saja Ery sudah menangis kejer karena akan ditinggal Briel. Bagaimana nanti jika ia juga akan ditinggalkan calvin?
Mereka memang dekat satu sama lain. Apalagi Ery yang merupakan anak bungsu dan perempuan sendiri. Selama ini Ery tidak pernah jauh dari kakak-kakaknya. Ery juga selalu mendapat limpahan kasih sayang dari kedua kakaknya itu.
“makasih sayang” ucap Brie lulus
Ery mengangguk dan tersenyum “ kak briel janji ya ke Ery. Kakak nggak akan ngelupain Ery. Kak Briel bakal kirim surat teruskan ke Ery? Kak Briel janjikan?” pintanya bertubi-tubi dengan wajah penuh harap.
Briel mengangguk, mengacak rambut Ery. “iya Kak briel janji. Janji nggak akan lupain Ery. Janji juga bakal kirimin Ery surat setiap waktu. Oke cantik jangan nangis lagi ya”
Ery mengangguk sungguh-sungguh. Dia loncat dari pangkuan Briel. Dan berlari kekamarnya dilantai dua. Briel, Calvin, Ayah dan Bunda menatap punggung Ery yang sudah hilang dengan tatapan bingung. Dalam benak mereka hanya satu kalimat yang terlintas “mau apa ery?” .
Tidak lama Ery turun. Meloncati dua anak tangga sekaligus. Dia berlari-lari kecil kearah semuanya. Ditangannya sudah ada satu kotak berwarna biru dengan corak polkadot.
Ery duduk ditengah-tengah Briel dan Calvin. Ayah dan Bundanya duduk disofa depannya. Calvin menatap Ery bingung. Penasaran.
“itu apa ry?” tanyanya penasaran. Ery membuka kotak itu. Ada 3 kalung dan tiga gelang didalamnya. Ery mengambilnya dan memberikan satu persatu kekakak-kakaknya.
“ini Ery bikin waktu hari kasih sayang. Sudah lama sih. Waktu disekolah Ibu guru bilang orang yang kita sayang harus dikasih barang yang istimewa. Waktu itukan ada lomba buat bikin gelang sama kalung. Jadi Ery bikin ini. Karena Ery sayang banget sama kakak semua. Jadi Ery kasih ini” jelasnya panjang lebar. Ery menarik nafas sebentar “ini pake uang jajan Ery sendiri loh. Nggak minta Ayah atau bunda” lanjutnya dengan cengiran khasnya.
“BRIECAL?” kata Briel dan Calvin bersamaan. Calvin yang sudah benar-benar penasaran langsung bertanya. “apa artinya “briecal” ry?”
Ery tersenyum lucu, sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “ Briel, Ery, Calvin” jawabnya polos
Briel memandang kalung dan gelang itu. Di huruf “bri” miliknya sedikit berbeda dari huruf yang lain. Di tiga huruf itu berwarna biru laut favoritnya.
“makasih ya Ery. Cantik. Kakak suka” komentar Briel seraya memakai kalungnya.
Ery cengengesan menanggapi komentar briel. “kak Briel jaga baik-baik ya. Kalau kakak kangen sama Ery dan Kak Cal. Kakak pandangi aja ini ya”
Briel mengacungkan jempolnya tanda oke. Sedangkan Calvin tersenyum simpul. Senyum yang begitu menawan. Ia mengacak rambut Ery. Dan secara cepat mencubit kedua pipi Ery. Dan langsung berlari keatas.
Ery meringis kesakitan. Kedua tangannya langsung mengelus-ngelus pipinya yang dicubit calvin. Ery merengut dan menggembungkan pipinya. Lucu sekali.
Dia langsung berlari mengejar Calvin sambil menggerutu kesal. Ery paling tidak suka jika kedua pipinya dicubit. Tapi karena ini juga yang sering membuat Ery dan Calvin berantem. Pipi ery yang chubby membuat orang yang melihatnya ingin mencubit.
Dan bagi Calvin mencubit pipi Ery dan membuatnya menggerutu adalah hal menarik tersendiri. Karena bila Ery mulai menggerutu dan kesal kedua pipinya itu akan digembungkannya. Membuat Calvin semakin gregetan bila tidak mencubitnya.
“kak Cal jahat. Awas ya” umpat Ery kesal
Briel, bunda dan ayah hanya tertawa kecil melihat tingkah laku Ery. Gadis kecil yang selalu manja ke kakak dan orang tuanya. Briel menghentikan tawanya, wajahnya berubah jadi murung karena sekelebat bayangan yang terlintas dibenaknya barusan.
Bunda mengernyitkan keningnya. Heran dengan sikap Briel yang langsung berubah. Bunda mengelus lembut puncak kepala Briel. Menyalurkan rasa sayang dan perhatian seorang ibu kepada anak-anaknya.
“kenapa kak? Ada masalah. Cerita sama bunda dong. Jangan dipendam sendiri” kata bunda lembut
Briel menatap bundanya dengan wajah sendu
“Calvin bun” gumamnya sedih. Bunda dan ayah menghela nafas. Berat rasanya bila berbicara soal ini. Mereka bingung bagaimana cara memberitahu Ery tentang kepergian Calvin.
Selain dekat dengan Briel. Ery juga sangat dekat dengan Calvin. Bisa dibilang Ery adalah partner in crime Calvin. Walaupun sering membuat ulah bersama. Tapi mereka berdua sangat kompak dan saling sayang.
Ayah menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Tangan kanannya memperbaiki letak kacamata bacanya yang bergeser.
“kita pikirkan nanti. Biar Ery bisa menerima ini dulu. Biar dia nggak terlalu shock. Biar Calvin sendiri yang kasih tau Ery. Dia pasti punya cara agar Ery bisa ngerti” kata ayah menjelaskan dengan senyum hangat diujung kalimatnya.
Memang hanya Calvin yang bisa menjelaskan apa saja ke Ery. Tanpa harus membuat Ery menumpahkan air matanya bila sudah mendengar.
Bunda dan Briel mengangguk pasrah. Baru saja mereka ingin mengobrol yang lain. Dari lantai atas sudah terdengar jeritan Ery.
“huaaa kak cal jahat. Sakit”
“aduh-aduh. Ampun ry. Ampun. Sakit”
“nggak mau. Sakit tau kak”
“aduh. Ampun”
Briel cengo mendengar jeritan yang berturut-turut itu. Ia menggelengkan kepalanya. Kebiasaan, pikirnya.
“sana kak dilerai. Ntar tambah kacau. Ini sudah malam, malu kalau didengar tetangga” perintah ayah cepat. Masalahnya kalau mereka berdua nggak cepat-cepat dilerai. Bisa berabe urusannya.
Briel langsung berlari keatas. Tepatnya ke kamar Calvin. Karena jeritan Ery tadi berasal dari kamar Calvin. Briel membuka pintu kamar Calvin. Pandangannya beredar keseluruh penjuru kamar. Briel heran, kenapa kamarnya masih rapi? Biasanya kalau sudah Ery dan Calvin bertengkar. Kamar Calvin sudah berantakan sama seperti kapal pecah atau seperti kandang tikus. Mengenaskan.
Briel hendak menutup pintu karena tidak menemukan mereka berdua. Tapi niatnya itu dihentikan karena mendengar ocehan Ery dari arah balkon.
“liat kak. Tuh bintangnya tuh” suara Ery sambil menunjuk-nunjuk bintang dengan telunjuknya.
Briel mengalihkan pandangannya kea rah balkon. Yap, ternyata mereka berdua sedang duduk dibalkon. Calvin duduk memmbelakangi pintu balkon. Dan sepertinya Ery duduk dipangkuannya.
“bagusan yang itu. Lebih terang” kata Calvin menunjuk bintang yang paling terang.
“ih lain itu. Tapi yang itu tuh. Tuh tuh lebih banyak. Kalau itu sendirian’ bantah Ery sambil menunjuk bintang yang banyak dan beralih ke bintang yang ditunjuk Clvin.
“ah bagusan yang itu” bantah Calvin
“ah kakak. Yang itu lebih banyak. Lebih terang. Rame lagi” ery ngeyel dengan pendapatnya
“yang itu”
“yang itu”
“itu”
“itu”
“itu”
“itu”
“itu”
“itu”
Calvin dan Ery malah berantem. Saling tatap-menatap. Mata mereka mengeluarkan aura tidak mau mengalah. Briel yang melihat langsung masuk dan menggeser pintu balkon. Mengangkat Ery dan didudukkannya dipangkuannya.
“sudah stop. Jangan berantem lagi” lerai Briel. Namun Ery dan Calvin tetap tidak bergeming. Tetap saling menatap dengan pandangan tidak mau mengalah. Briel yang merasa tidak diperhatikan merasa kesal.
“mau stop atau nggak? Atau kakak kasih tau ayah sekarang” kata Briel seraya berdiri, menurunkan Ery dari pangkuannya. Lalu berjalan dengan tampak kesal.
Calvin dan Ery saling menatap. Menaikkan satu alis masing-masing. Lalu menengok ke Briel yang hampir membuka pintu. Gawat, batin mereka berdua. Calvin langsung berlari dan berdiri didepan pintu sebelum Briel membukanya. Sementara Ery berdiri didepan Briel dengan merentangkan kedua tangannya. Menghalangi Briel lewat.
“jangan kak. Ampun. Baikin deh kita” kata mereka berdua bersamaan.
Briel tetap berjalan kedepan. Menggeser badan Ery yang lebih kecil darinya. Menjauhkan Calvin dari pintu.
Calvin memegang tangan Briel dengan tampang melas. Sementara Ery memegang baju Briel.
“plis kak jangan ya. Ya ya jangan ya” pinta Ery
“iya kak jangan ya. Kita baikin deh. Ery maafin kakak” kata Cal sambil menjulurkan jari kelingkingnya ke Ery untuk baikan.
“iya kak. Ery juga maaf ya kak Cal” Ery mengaitkan jari kelingkingnya ke jari Calvin.
“kita baikan kak. Jangan kasih tau ayah ya” pinta Calvin. Ery mengangguk tanda setuju.
Briel yang menghadap membelakangi mereka tersenyum senang. Baru diancam ingin dilaporkan saja mereka sudah mohon-mohon. Dalam hati Briel tertawa puas. Mereka berdua memang paling takut dengan Ayah. Soalnya kalau sudah berantem dan tidak ada yang saling mengalah untuk minta maaf. Ayah akan mengurung mereka berdua dikamar selama seharian. Biar bisa merenungi kesalahan masing-masing.
Briel berbalik, memasang wajah galak. Calvin dan Ery yang melihat langsung jiper. Karena wajah Briel menakutkan.
“beneran sudah maafan? Nggak akan berantem lagi?” Tanya Briel galak
Cal dan Ery mengangguk. “beneran kak”
“oke nggak akan kakak laporkan. Tapi kalau sampe berantem lagi langsung kakak laporkan” ancam Briel.
“iya janji” ucap mereka berdua.
“sip. Ayo duduk dibalkon lagi” kata Briel mengubah raut wajahnya dengan senyum hangat. Senyum yang selalu disukai Ery.
“kakak nggak marah?” Tanya Ery takut-takut
Briel tersenyum. “nggak Cuma bercanda aja tadi” jawab Briel cengengesan.
“yah” cal dan ery menghela nafas kesal.
“kenapa?” Briel bertanya dengan wajah bingung.
“nggak papa. Nggak papa”
Mereka bertiga duduk dibalkon kamar calvin. Menatap bintang-bintang yang sedang bersinar. Malam ini bintang-bintang dilangit memang sedang banyak. Tidak seperti biasanya. Ditambah dengan bulan sabit yang membentuk sebuah senyuman. Indah sekali.
Calvin duduk dengan kaki yang dimasukkan ke pagar pembatas. Sehingga kakinya terayun-ayun diudara. Menopang dagunya dengan kedua tangan yang dilipat di atas selasar pagar. Sementara Briel duduk dengan Ery yang ada dipangkuannya.
Menikmati angin malam yang berhembus tidak terlalu kencang. Sejuk. Mengibar-ngibarkan rambut Calvin dan Briel yang terkena hembusan angin.
“itu bintang kak Cal, itu bintang Ery, dan yang itu bintang kak Briel”celetuk Ery tiba-tiba sambil menunjuk tiga bintang yang berjejer berdampingan. Bintang yang sepertinya paling terang diantara ribuan bintang lain.
“dan itu bulan tiga bertiga” kata Briel seraya menunjuk bulan sabit yang sedang membentuk senyum.
Calvin terkekeh kecil. Menikmati suasana seperti ini. Suasana yang sebentar lagi akan terasa beda tanpa adanya Briel disamping mereka. Suasana yang akan sangat dirindukan mereka bertiga.
Calvin menghela nafas. Berusaha mengatur kata-kata dalam otaknya. Malam ini ia akan memberitahu Ery tentang kepergiannya.
“seandainya kak Cal pergi. Ery sedih nggak?” Tanya Calvin tiba-tiba. Ery yang mendengar pertanyaan kakaknya. Menatap bingung. Maksudnya apa?
“ya sedih lah. Emangnya kak Cal mau pergi?” Tanya Ery bingung.
Calvin tetap menghadap depan tanpa mengalihkannya ke Ery.
“kalau kakak juga pergi jauh sama kayak kak Briel. Ery juga akan nangis kayak tadi?” Tanya Calvin tanpa menjawab pertanyaan Ery.
Ery semakin bingung dengan pertanyaan Calvin. Sementara Briel tau kemana arah pertanyaan-pertanyaan Calvin.
“kak Cal tanya apa sih? Ery bingung” kata Ery
Calvin menghadap ke Ery dan Briel. Mengangkat kakinya dan duduk bersila. Calvin menatap wajah Ery yang sedang menatapnya bingung.
Calvin membelai rambut Ery dengan lembut dan tersenyum hangat. Ini saatnya cal, batinnya
“ery dengerin kak Cal ya. Terus ntar kalau kak Cal cerita jangan nangis ya? Ery cukup jawab pertanyaan kak Cal dengan anggukan. Ngerti?” kata calvin.
Ery mengangguk bingung. Calvin menghela nafas.
“Ery taukan kalau kak Cal ini atlit kendo?” tanyanya
Ery mengangguk
“Ery juga tau kan kalau kak Cal pengen jadi atlit professional?” tanyanya lagi.
Ery mengangguk lagi
“Ery juga tau kan. Kalau kak Cal pingin pergi ke luar negeri buat jadi atlit kendo professional?” tanyanya lagi
Ery mengangguk. Sementara Briel diam, tidak mau mengganggu Calvin yang sedang menjelaskan ke Ery.
“nah” kata Calvin menyelesaikan pertanyaannya. “6 bulan lagi kak Cal bakal pergi ke Korea buat ngejar cita-cita kakak sebagai atlit professional. Dan korea itu sama jauhnya seperti London. Dan kak Cal bakal 3 tahun tinggal disana. Ery disini baik-baik ya? Karena selama tiga tahun kak Cal nggak ada disamping Ery” jelas Calvin dengan suara bergetar.
Ery berusaha mencerna semua penjelasan Calvin. Penjelasan yang menurutnya sedikit susah untuk dimengerti.
“berarti kak Cal juga mau pergi kayak kak Briel?” tanyanya
Calvin mengangguk.
“berarti selama tiga tahun Ery bakal sendirian disini. Tanpa kak Cal dan Kak Briel?” Tanya Ery
“iya” jawab briel dan Calvin bersamaan.
Ery turun dari pangkuan Briel. Duduk sedikit menjauh dari cal dan briel. Bersila didepan pagar balkon. Memejamkan matanya. Berusaha mencerna semua pertanyaan dan penjelasan dari Calvin.
Briel dan Calvin menatap ery pasrah. Pasrah akan reaksi Ery. Pasrah akan apa yang terjadi setelah ini.
Untuk beberapa saat mereka terdiam. Tidak ada yang saling berbicara. Calvin menatap Briel dengan pandangan sendu.
“dia baik-baik aja Cal. Kamu nggak usah khawatir. Dia bisa ngerti” kata Briel sedikit berbisik dan menyakinkan Calvin.
Sementara Ery masih menutup matanya. Membiarkan angin malam membelai wajahnya. Merasakan kebersamaan yang sebentar lagi hilang. Hingga tiga tahun kedepan atau lebih.
Ery membuka matanya. Menarik nafas lalu dihembuskan perlahan. Berdiri dan berjalan kearah Calvin dan Briel. Duduk ditengah-tengah mereka.
“Ery izinin kak Cal pergi. Karena itu semua cita-cita kak Cal kan? Ery nggak berhak untuk cegah kak Cal pergi” ucapnya seraya tersenyum manis ke Calvin.
Calvin melongo. Kaget. Heran. Dan bingung. Adiknya baru kelas 6SD ini bisa berbicara seperti itu. Sama dengan Calvin. Briel juga menatap Ery bingung. Mudah sekali Ery bicara seperti itu.
Ery mengibas-ibaskan tangannya didepan wajah Calvin dan Briel. “iya kan kak?” ucapnya.
Calvin mengerjapkan matanya.
“beneran?” Tanya tidak percaya. Ery mengangguk.
Calvin langsung menarik ery. Memeluknya. Tidak percaya dan senang.
“makasih ry. Makasih banget” ucapnya penuh terima kasih.
Ery melepaskan dirinya dari pelukan calvin. Duduk menghadap depan. Memandang balkon sebrang balkon kamar calvin. Tertawa kecil saat melihat orang pemilik balkon itu terjungkang kebelakang saat mendarat setelah melakukan salto.
Balkon milik sahabat sejatinya. Raka Baskara. Yang lebih sering dipanggil Mizu. Oleh ketiga saudara ini. Panggilan yang entah berasal dari mana.
“kan kak Cal sendiri yang pernah bilang. Sebuah cita-cita yang sudah dinginkan sejak dulu dan bila suatu hari cita-cita itu akan terwujud. Nggak ada satu orang pun yang bisa menghalanginya. Iya kan? Selain takdir tuhan yang bisa menghalangi cita-cita itu tentunya” ucapnya panjang lebar. Mengingat semua perkataan yang pernah diucapkan oleh Calvin pada suatu malam.
Sekali lagi Briel dan Calvin yang mendengar perkataan Ery. Melongo kaget. Hebat sekali adik mereka ini. Bisa mengingat semuanya. Padahal kata-kata barusan diucapkan oleh Calvin kira-kira tiga tahun yang lalu. Dan sekarang diucapkan oleh ery dengan tegas. Adik kecil mereka jadi terlihat lebih dewasa sepertinya.
“Ery memang sedih. Kak Briel dua hari lagi bakal pergi. Dan nggak lama lagi kak Cal juga pergi. Tapi kita bertiga nggak akan putus hubungan kan? Disini ada ayah, bunda, mizu dan kak Vano yang jagain Ery. Jadi Ery nggak bakal kesepian kalau kakak berdua pergi” ucapnya sekali lagi tanpa mengalihkan pandangannya.
Briel memutar badan Ery agar menghadap kearahnya. Memegang kedua bahu Ery. Menatapnya serius.
“Ery beneran bicara seperti itu? Ery beneran ngizinin kak Cal dan kak Briel pergi?” tanyanya masih belum percaya.
Ery mengangguk. “sangat-sangat serius. Untuk apa Ery menghalangi cita-cita kakak. Itu semua kan untuk kebahagiaan kakak. Jadi Ery izinin”
“tapi kenapa dari kemarin Ery nangis terus waktu kak Briel bilang bakal pergi?” Tanya Briel sambil menurunkan tangannya.
Ery manyun. “yee siapa suruh ngasih taunya kemarin lusa? Emangnya Ery nggak kaget apa? Kakak sih enak” protesnya.
Lah kenapa jadi briel yang disalahin?
“kok kakak?”
“iya lah. Coba kakak bilangnya dari lama. Jadi Ery kan bisa nyiapin mental” ucapnya masih manyun.
Hah? Nyiapin mental? Seperti apa aja. Dasar Ery.
“jadi sekarang Ery beneran yakin buat ngijinin Kak Cal pergi?” Tanya Calvin berusaha menyakinkan dirinya sendiri.
Ery mengangguk. “seratus persen yakin. Atau kak Cal nggak mau nih Ery ijinin?” pancing Ery
Calvin menggoyang-goyangkan tangannya. “nggak nggak. Iya kakak percaya”
Ery dan Briel hanya tertawa saja. Malam ini. Dibawah langit yang sedang bertabur bintang. Dan ditemani oleh sebuah senyuman dari bulan sabit. Tiga bersaudara ini saling berjanji. Berjanji akan sebuah perubahan. Ya mereka ingin itu.
Ingin menjadi seseorang yang berguna bagi orang lain. Ingin membahagiakan kedua orang mereka. Dan berjanji akan selalu menyanyangi walaupun jarak memisahkan mereka dikemudian hari nanti.
“kak Briel, Ery bobo sama kakak ya?” pinta Ery manja.
Briel menundukkan kepalanya. Melihat Ery yang menaruh kepalanya di atas pahanya. “hmm boleh”
“yeee asik” Ery bangun dan langsung memeluk Briel. “Ery sayang kakak” ucap Ery tulus.
Briel mendekap Ery. Memeluknya dengan penuh kasih sayang. Adik kecilnya ini. Ia mengelus-elus rambut Ery. “ya kakak juga sayang sama Ery” balas Briel.
Sebuah pelukan yang akan selalu Ery rindukan bila Briel pergi nanti dan tidak bersamanya lagi. Pelukan dari kakaknya. Hangat. Itu pendapat ERy.
“manja” cibir Calvin
Ery hanya memeletkan lidahnya. Sambil mengucapkan kata-kata tanpa suara. Hanya menggerak-gerakkan bibirnya saja “kak cal iri”
Calvin melotot, dasar ya Ery ini. Cal maju, mendekat ke Briel. Dan ingin mencubit pipi Ery. Tapi kalah cepat. Karena Ery sudah menyembunyikan wajahnya di dada Briel.
“sini pipinya sini. Biar kak Cal cubit”
“nggak mau”
“sini sini”
“kak cal jahat”
“biarin”
Briel hanya mengulum sebuah senyum. Ya Allah ternyata sebentar lagi, Iel bakal ninggalin mereka. Jaga selalu mereka Ya Allah. Batin Briel.
“sudah stop. Ayo tidur. Sudah malam ini” lerai Briel.
Ery memeletkan lidahnya lagi. Mengejek Calvin yang dari tadi tidak mendapatkan pipinya.
“weeekk” ejeknya
“awas ya” Cal berdiri dan siap menangkap Ery yang bersembunyi di belakang punggung Briel.
“kyaaaaaaaaaaa” Ery berlari. Keluar dari kamar Calvin dan masuk ke kamar Briel.
Briel menggelengkan kepalanya. Dua adiknya ini sudah seperti anjing dan kucing saja. Baru beberapa menit yang lalu mereka hanyut dalam suasana mellow. Sekarang sudah kejar-kejaran lagi.
Dan satu yang di syukurin oleh Briel. Ery tidak menangis lagi. Ya memang benar kata Ayahnya. Kalau Calvin itu selalu punya cara tersendiri dalam berbicara dengan Ery. Tanpa harus membuat Ery menangis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membingungkan

Kacau. Membingungkan. Semuanya membingungkan. Iya. Aku menghadapinya jadi bingung sendiri. Nggak serta merta merasa senang diber...