Sabtu, 10 November 2012

Linden Chapter 1







            Seumur hidup, Nathaly tidak menyangka bahwa ia harus dikirim ke Negara ini untuk menjalankan training konyol yang dibuat dan diperintah oleh Papanya.
            Di dalam kepalanya sekali pun Nathaly tidak pernah membayangkan. Sekarang, mau membantah pun ia tidak akan bisa.
            Kedua kakinya telah berpijak pada tempat yang berbeda. Seingatnya, dua hari yang lalu ia masih berdiri di tepian sungai Mahakam. Menanti senja yang bergulir pelan. Merasakan hawa sejuk sore hari.
Tetapi yang didapatinya sekarang adalah pohon-pohon yang mulai meranggaskan daunnya. Merontokkan dan membuat para dedaunan itu bergulir turun. Terbang entah kemana karena disapu angin.
Nathaly mendengus. Pasrah. Tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa mengerjakan apa yang sudah diamanatkan kepadanya.
Ia melangkah pelan. Menyelipkan tubuhnya di antara para turis yang memenuhi Unter der Linden di sore hari.
Dan semenjak kedatangannya kemarin. Nathaly tidak pernah tahu bagaimana caranya bernafas dengan benar. Selalu ada yang menyumbat saluran pernapasannya dan membuatnya sesak. Mulutnya sudah gatal ingin menumpahkan semua omelan yang meloncat-loncat indah di kepalanya.
            Tapi apa daya, supir yang menjemputnya di bandara hanya mengatakan bahwa ia harus mengantarkan Nathaly ke flat di tengah kota Berlin. Memastikan bahwa gadis berambut sebahu itu selamat sampai tujuan.
            Nathaly bersumpah. Bila semua ini telah berakhir, maka ia akan mengikat kakaknya dan membuangnya jauh-jauh. Kalau perlu, manusia menyebalkan satu itu akan ia lempar ke lubang hitam. Agar hilang tanpa sisa sedikit pun.
            Karena yang menyebabkan sekarang ia berada di Negara ini adalah akibat ulah kakaknya. Manusia itu mengusulkan dan meracuni papanya agar mengirimnya kesini. Dimana dulu tembok Berlin berada.
            Sejujurnya Nathaly menyukai tempat yang ia lewati ini. Sebuah jalan yang penuh akan sejarah. Membentang di jantung Berlin di bagian yang paling bersejarah. Jalan raya bergengsi yang di tepiannya dijajari oleh pohon-pohon linden. Dan di musim gugur seperti saat ini, daun-daun linden berguguran. Memenuhi sebagian tempat dimana akar dari pohon itu berpijak.
            Nathaly menggerakkan kakinya ke salah satu tempat duduk di sekitar pohon linden yang masih sedikit rimbun. Ia menghempaskan tubuhnya. Menaruh tas berwarna coklat yang dibawanya sejak tadi ke atas meja. Ia merapatkan mantelnya saat angin sore berhembus kencang. Memang disaat musim gugur seperti, angin yang berhembus di sore hari terasa lebih dingin.
            Tidak seperti sore hari disaat musim semi menjalankan tugasnya.
            Obsidiannya bersinar. Bola mata berwarna hitam laksana malam itu beredar. Mengamati tempat dimana sekarang ia berada.
            Di kanan dan kirinya penuh akan manusia. Turis-turis luar Jerman memenuhi setiap tenda yang ada. Mereka becengkrama dan bercanda. Sepasang muda-mudi, yang menurut perkiraan Nathaly baru berumur 15 tahun saling bercanda. Mereka tertawa bersama dan secara mendadak sang pemuda meniadakan jarak di antara keduanya.
            Nathaly memutar kepalanya. Ia hanya mendengus. Sudah biasa bila remaja seumuran dua orang tadi melakukan kissing di tempat umum. Bukan hal yang tabu lagi.
            Para pedagang kaki lima –tentu berbeda seperti yang ada di Indonesia- mulai menjajakan hasil makanan olahan mereka. Nathaly bisa menghirup aroma gulali yang manis. Merasuki indra penciumannya dengan bebas.
             Nathaly mengedarkan pandangan lagi. Dan semenjak tadi yang ditangkap matanya adalah guguran daun-daun linden. Ujung bibir Nathaly terangkat. Ia merogoh tasnya dan mengambil kamera pocket berwarna biru tua miliknya.
            Tidak ada salahnya jika ia mengabadikan gugur-guguran daun itu. Bisa dijadikan sebuah koleksi tersendiri untuknya.
            Ia memfokuskan pada satu helai daun linden yang baru saja meloloskan dirinya dari ranting pohon. Melambai disapu angin. Lalu jatuh dan bergabung dengan dedaunan lainnya yang telah terlebih dahulu meranggas.
            Nathaly tersenyum melihat hasil bidikannya. Setidaknya selama tiga bulan ia di Jerman, koleksi fotonya akan bertambah banyak bila ia tidak lupa membawa kamera pocketnya. Segala hal yang ada di sekitarnya ini pantas untuk diabadikan lewat selembar foto.
            Telinga Nathaly mendengar coletah kecil dari seorang anak kecil. Kepalanya berputar dan matanya menangkap sesosok anak kecil. Tubuhnya dibalut mantel merah dengan bulu-bulu putih disekitarnya.
            Indonesia. Batinnya tiba-tiba.
            Bocah kecil itu menunjuk penjual gulali. Di belakangnya, sosok laki-laki setinggi kira-kira 178 cm berdiri. Ia berjongkok dan mendengarkan apa yang sedang diucapkan oleh bocah kecil tadi. Laki-laki itu mengangguk, membuat bocah kecil yang hanya setinggi lututnya bersorak riang. Ia menunjuk gulali berwarna pink. Gulali itu seperti kumpulan gumpalan-gumpalan awan.
            Ia mengucapkan terima kasih dengan heboh. Kemudian menarik tangan laki-laki tadi. Mereka berdua melewati meja Nathaly tanpa menoleh sedikit pun. Aroma jeruk menguar dari bocah kecil itu.
            Nathaly tersentak. Sadar akan apa yang dilakukannya sejak tadi. Hal mustahil yang dilakukannya sendiri. Ia tidak pernah terpaku begitu lamanya pada sesuatu. Dan objek yang menjadi keterpakuannya tadi adalah seorang bocah kecil.
            Ia mendengus, meenyadari tingkahnya yang diluar kendali, Nathaly memasukkan kameranya lalu beranjak berdiri.
            Berjalan dan meninggalkan sejenak keramaian yang ada di Unter den Linden. Berjalan menuju arah flatnya. Yang kemudian dalam hitungan menit Nathaly mengumpat kesal. Ia lupa kemana arah flatnya berada. Tadi saat pergi ke Unter den Linden Nathaly diajak oleh tetangga disamping flatnya.
            Lalu Nathaly ditinggal begitu saja. Saat tetangganya itu menyampaikan arah bila ingin kembali pulang. Seseorang menginstrupsinya, menariknya dan meninggalkan Nathaly seorang diri di tengah Unter den Linden.

****
            Apa yang Nathaly suka dari Jerman?
            Banyak.
            Musim seminya. Musim gugurnya. Musim dinginnya.
            Unter den Linden.
            Festival cahaya yang ada di Berlin.
            Brandenburger Tor.
            Mercure checkpoint Carlie.
Reichstagsgebaude. Gedung DPR Jerman yang sangat menarik perhatiaannya.
            Lalu apa yang Nathaly tidak suka dari Jerman?
            Banyak sekali.
            Ia bisa menuliskan seribu macam alasan mengenai ketidaksukaannya dengan Jerman. Menuangkannya semua unek-unek yang semakin bertambat ruwet semenjak tiga hari yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membingungkan

Kacau. Membingungkan. Semuanya membingungkan. Iya. Aku menghadapinya jadi bingung sendiri. Nggak serta merta merasa senang diber...